
Highlight.ID – Dunia mode yang menawarkan banyak kesempatan kerja maupun bisnis menarik minat para lulusan sekolah. Bahkan tak jarang, orang yang telah lulus kuliah pun tak segan-segan untuk belajar lagi di sekolah mode demi mendapatkan ilmu tambahan. Lewat pendidikan fashion yang ditempuhnya, siswa tak hanya memperoleh pengetahuan tapi juga dapat meningkatkan keterampilannya.
Setiap siswa yang belajar fesyen memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Ada yang telah menempuh pendidikan dengan jurusan yang berbeda, ada pula yang memang benar-benar fokus belajar fesyen. Alasan dan motivasi para siswa pun sangat beragam. Selain alasan hobi, siswa juga ingin menekuni karier dan bisnis fashion lebih serius. Tak jarang, ada siswa yang telah berbisnis sebelum lulus pendidikan.
Untuk mengetahui lebih jelas alasan dan motivasi belajar fashion, Highlight.ID mewawancarai Pratiwi, Amelia, dan Rika. Ketiga perempuan muda tersebut merupakan siswa Italian Fashion School (IFS), sebuah lembaga pendidikan fashion di daerah Jakarta Selatan.
Pratiwi yang akrab dipanggil Tiwi mengaku sejak kecil senang menggambar dan itu menjadi alasan utama kenapa ia sekolah fashion design. “Emang udah ada ketertarikan dengan fashion dari kecil. Suka nggambar. Kayaknya seru, asyik,” kata dia.
Baca Juga: 6 Tempat Kursus Fashion Design di Jakarta Paling Bonafid Untuk Melatih Skill-mu
Sebelum mengambil kursus fashion, Pratiwi telah menamatkan kuliah S1-nya di Jurusan Psikologi Universitas Pelita Harapan (UPH). “Aku ngambil Psikologi S1, setelah lulus aku buat bisnis baju dan pengen difokusin lagi. Makanya aku ngambil kursus Fashion Design,” imbuhnya.
Selain menekuni hobi, ternyata Pratiwi telah berbisnis bersama temannya sejak ia lulus kuliah dengan menjual aneka ragam pakaian wanita yang dijual secara online lewat website dan media sosial seperti Instagram. Pratiwi yang mengambil Program Fashion Illustration menuturkan, “(Pakaian) Wanita lebih ke ready to wear gitu sih, tapi bisa dipakai ke semua occasion. Jadi nggak cuman buat daily tapi buat event-event tertentu bisa digunakan.”
Pratiwi menjelaskan bahwa fashion brand-nya yang bernama “Wigi Femme” merupakan perpaduan antara gaya klasik dan modern. Menurutnya, selama satu tahun sejak merek fasyennya dipasarkan, respon konsumen cukup bagus. Ia pun berharap nanti setelah lulus kursus untuk tetap fokus pada bidang fesyen seperti yang telah ditekuninya selama ini.
Baca Juga: Mengasah Keterampilan Mendesain Busana di Italian Fashion School (IFS)

Sementara Amelia mengambil kursus fashion khususnya Program Pattern Making dan Fashion Illustration karena lebih tertarik untuk berbisnis. Di sana, ia tak hanya belajar tentang pola dan desain tapi juga manajemen dan branding. “Pengen coba bisnis fashion, bener-bener aku bikin bajunya, polanya, desain sendiri,” kata dia.
Semasa menempuh sekolah fashion, Amelia telah meluncurkan koleksinya yang pertama. Koleksi tersebut berupa pakaian wanita dengan konsep elegan dan modern yang dapat dipakai untuk kegiatan sehari-hari, ke kantor maupun hangout. “Ke depannya pengen ngembangin brand aku, pengen banyak pengalaman aja di bisnis fashion,” ujar Amelia.
Di tengah banyaknya brands okal lain yang bermunculan, Amelia masih dapat mengungkapkan rasa optimisnya. “Yang penting kita punya market sendiri, ciri khas sendiri. Pasti beda dari brand-brand lain, sih. Kalo aku market-nya lebih ke cewek-cewek yang modern, mature,” ungkapnya.
Baca Juga: 7 Lembaga Pendidikan Fashion Design Untuk Berkarier di Dunia Mode
Sedangkan Rika memilih kursus fashion karena gemar menggambar sejak kecil. “Kalo gambar baju, itu mulai (sekitar) SMP – SMA. Nah, terus abis itu, setelah lulus SMA aku nggak ada kepikiran buat kuliah desain. Aku ngambil jurusan lain. Dulu pernah kuliah D4 Pariwisata, habis itu beralih ke fashion,” terang Rika.
Ketika sedang mengerjakan skripsi pada Semester 8 di Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Trisakti, Rika memutuskan untuk mengambil kursus fashion. Menurutnya, ilmu yang telah didapat ketika kuliah sebelumnya masih tetap terpakai karena ada beberapa materi kuliah seperti manajemen dan pemasaran.
Selama ini, Rika cenderung memilih evening wear untuk koleksinya. Namun demikian, ia juga tertarik untuk bisa mendesain pakaian pengantin. Meski sedang menempuh sekolah fashion, Rika berupaya agar koleksinya dapat mengikuti tren fashion yang terus berkembang dengan menggabungkan unsur lokal seperti batik dengan unsur modern dari luar negeri.
Rika melihat perkembangan fashion di Indonesia sangat baik. Ia juga optimis bahwa brands lokal mampu bersaing dengan produk-produk mancanegara. “(Perkembangannya) Sangat baik. Contohnya desainer-desainer Indonesia yang banyak dipakai oleh artis-artis luar (negeri). Makin maju sih,” kata Rika dengan penuh semangat.