Home Business Aspek Keselamatan Pasien Masih Jadi Kasus Mengkhawatirkan

Aspek Keselamatan Pasien Masih Jadi Kasus Mengkhawatirkan

aspek keselamatan pasien masih jadi kasus mengkhawatirkan studi penelitian sanofi indonesia
Diskusi “Upaya Peningkatan Keselamatan  Pasien dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Era JKN” | Foto: Dok. Sanofi Indonesia

Highlight.ID – Memanfaatkan momentum World Patient Safety Day dan World  Thrombosis Day, Sanofi Indonesia menegaskan komitmennya dalam mendukung  terciptanya kesadaran akan keselamatan pasien bagi masyarakat luas. Hal ini seiring  dengan era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang telah memberikan harapan baru bagi  masyarakat Indonesia untuk meningkatkan standar kesehatan dasar. Di mana saat ini,  masyarakat lebih mudah untuk mengakses layanan kesehatan dalam rangka  meningkatkan kualitas hidup mereka.

Studi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat UI memprediksi akan ada potensi kenaikan  pasien rawat inap dari masyarakat berstatus ekonomi rendah hingga 71 persen di tahun  2022, dari awalnya hanya 35 persen semenjak diluncurkan tahun 2014. Namun, aspek  keselamatan pasien masih menjadi kendala dan membebani sistem kesehatan universal di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia.

Menurut WHO, aspek keselamatan pasien masih menjadi kasus yang mengkhawatirkan  dan paling tidak menyebabkan kematian hingga 2,6 juta jiwa di negara berpendapatan  rendah dan menengah. Selain itu, dalam konteks Indonesia, cedera pasien berpotensi  dapat membebani anggaran kesehatan di Indonesia, karena menyebabkan pasien dirawat lebih lama daripada yang seharusnya.

Baca Juga:
Manfaat Radioterapi untuk Pengobatan Kanker

Klasifikasi WHO menyebutkan ada sembilan situasi keselamatan yang paling  mengkhawatirkan, antara lain kesalahan pengobatan, infeksi terkait perawatan, prosedur  bedah tidak aman, penyuntikan tidak aman, kesalahan diagnostik, transfusi tidak aman,  radiasi, sepsis, dan Tromboemboli vena (TEV) atau pembekuan darah.

Dari sembilan situasi keselamatan pasien tersebut, lebih lanjut WHO memperkirakan TEV  berkontribusi pada sepertiga dari komplikasi yang dikaitkan dengan rawat inap. TEV atau  venous thromboembolism merupakan kondisi medis yang menyebabkan pembentukan  gumpalan darah yang diakibatkan oleh minimnya aktivitas fisik, riwayat operasi, atau  penyakit seperti diabetes, kanker, hingga stroke. TEV adalah salah satu penyebab cedera  dan kematian pasien yang dapat dicegah, namun kadang tidak terdiagnosis.

Dr. dr. Tubagus Djumhana Atmakusuma, Sp.PD-KHOM, Ketua Umum Perhimpunan  Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHDTI), menekankan pentingnya peran  tenaga kesehatan (nakes) dalam pencegahan TEV. “Kejadian tromboemboli vena secara  angka masih cukup tinggi di Indonesia. Pengetahuan tenaga dan keluarga pasien menjadi  faktor utama untuk mengindentifikasi keadaan ini. Salah satu solusi yang efektif adalah  memastikan tenaga kesehatan untuk mengikuti protokol sehingga dapat melakukan  pencegahan kejadian TEV. Hal ini dapat dilakukan dengan baik jika setiap profesi  kesehatan dapat membuat sistem yang terintegrasi dan membangun budaya keselamatan pasien atau patient safety di tempat praktik.”

Lebih lanjut, dokter yang akrab disapa dengan panggilan Dr. Djumhana ini menekankan  bahwa implementasi protokol pencegahan TEV ini cukup mudah. Pencegahan TEV dapat  dilakukan selama rawat inap dengan aktif bergerak, selalu terhidrasi, dan memastikan  nakes mengetahui jika pasien atau keluarga dekat memiliki riwayat penggumpalan darah.

Baca Juga:
PharmAcademy Tingkatkan Kompetensi 2.750 Apoteker di Indonesia

dr. Ratna Indah Widyasari Country Safety Head Sanofi Indonesia, menegaskan bahwa  Sanofi Indonesia selaku perusahaan farmasi berkomitmen untuk memastikan penyediaan  obat-obatan yang aman sehingga dapat menjamin keselamatan pasien, salah satunya  pasien dengan indikasi TEV.

“Sanofi melakukan aktivtas farmakovigilans (pemantauuan keamanan obat) dari tahap  pengembangan hingga dipasarkan. Kami terus berupaya mengumpulkan dan  menganalisis data untuk dapat menentukan tindakan manajemen risiko yang tepat  sehingga pasien mendapatkan manfaat yang lebih besar daripada risikonya dalam  penggunaan produk Sanofi. Oleh karena itu, kami mendukung BPOM agar semua pihak  menyadari akan pentingnya pelaporan KTD (Kejadian Tidak Diinginkan) sehingga kami  dapat terus melakukan evaluasi terhadap keamanan produk kami.”

Melalui acara terbatas dengan media yang bertajuk “Upaya Peningkatan Keselamatan  Pasien dalam Sistem Pelayanan Kesehatan Era JKN”, Kementerian Kesehatan,  Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHDTI), dan Sanofi Indonesia  mengajak seluruh pihak untuk turut berpartisipasi aktif dalam mengenali dampak  keselamatan pasien demi meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.