Highlight.ID – Dua belas tahun sudah Chiara Lionel Salim harus hidup dengan psoriasis yang dideritanya. Awalnya, Sarjana Ilmu Komputer ini sama sekali tidak menyangka psoriasis akan menghinggapi kulitnya. Ia masih ingat betul kejadian ketika dirinya terjatuh dari sepeda dan mengalami luka pada betis sebelah kiri. “Waktu itu kelas 3 SD (Sekolah Dasar), jatuh, biasalah ya, maen sepeda di luar. Terus jatuh, luka, tapi lukanya itu nggak membaik,” ungkap Chiara di acara kelas jurnalis virtual “Psoriasis, Lebih dari Sekadar Penyakit Kulit” awal November 2020 ini.
Acara tersebut diprakarsai oleh Novartis Indonesia bekerja sama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI). Tujuan acara yakni memperingati Hari Psoriasis Sedunia tanggal 29 Oktober dan sebagai bentuk upaya yang berkelanjutan dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit psoriasis. Psoriasis merupakan kondisi kulit autoimun kronis yang mempercepat siklus pertumbuhan sel kulit, ditandai dengan gejala-gejala seperti bercak merah bersisik, tebal dan kering.
Kejadian yang tidak biasa dialami Chiara setelah ia terjatuh karena lukanya tidak kunjung sembuh. Lama-lama, wanita yang berprofesi sebagai Data Analyst ini semakin khawatir karena luka dia malah tambah parah. Oleh orang tuanya, ia lalu diantar ke dokter untuk mendapatkan pengobatan. Dokter yang menangani waktu itu hanya menggangap itu luka biasa seperti pada umumnya. Chiara pun mengaku sempat berganti-ganti obat. Ketika itu, Chiara belum memperoleh diagnosa bahwa dirinya mengalami psoriasis.
Baca Juga:
Psoriasis Bukan Hanya Penyakit Kulit Semata, Ini Gejala dan Cara Pengobatannya
Bagi Chiara, menderita psoriasis bukanlah perkara yang mudah. Ia sering mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan akibat kondisi kulit yang dialaminya. Tak hanya dirinya, penderita psoriasis lainnya juga merasakan hal yang serupa, terisolasi dari lingkungan sekitar. Beberapa stigma negatif akhirnya melekat pada penderita psoriasis.
Mereka dianggap terkena sihir, ilmu hitam atau guna-guna sehingga dikucilkan oleh masyarakat di sekitarnya. Banyak orang yang merasa jijik dan takut tertular. Akibatnya, penderita psoriasis susah mendapatkan teman maupun pekerjaan. Tak sedikit di antara mereka yang merasa depresi dan berpikiran untuk bunuh diri. Padahal, satu hal penting yang harus diketahui semua orang, psoriasis bukan merupakan penyakit menular.
Untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang psoriasis, Chiara melakukan advokasi mengenai psoriasis sejak masih duduk di SMA. Demikian juga ketika kuliah, Chiara meneruskan kegiatannya dengan membagikan informasi tentang psoriasis kepada keluarga, teman-teman, dan lingkungan sekitarnya melalui media sosial. Chiara kemudian membentuk Psoriasis ID, sebuah platform online yang menyediakan informasi seputar psoriasis dalam dua bahasa.
Baca Juga:
Mengenal Profesi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (SpKK)
Di plaform tersebut, pejuang psoriasis juga dapat saling bertukar cerita dan pengalaman dengan rasa aman. Lewat komunitas yang dibangunnya, Chiara ingin memberikan semangat dan harapan bahwa penderita psoriasis tidak sendirian. “Karena aku percaya, the power of people, the power of community bahwa kita orang-orang [penderita] psoriasis itu suka merasa terisolasi, karena kita malu, nggak confident hidup dengan psoriasis ini yang sangat kelihatan,” kata Chiara.
Melalui kampanya di media sosial, Chiara juga mendorong para pejuang psoriasis di seluruh Indonesia untuk lebih berani bercerita. Menurutnya, segala konten informasi tentang psoriasis yang disebarluaskan bersumber dari para dokter yang berpengalaman. “Aku cuma bisa memberikan informasi secara teori, obat-obat itu pilihannya apa aja. Tapi pilihan obat apa yang cocok itu dari dokter karena pengobatan itu sesuai dengan medical history individu, ya. Itu yang aku selalu bilang, cari tahunya dari dokter dulu,” Chiara menambahkan.
Ketua Kelompok Studi Psoriasis Indonesia (KSPI), dr. Endi Novianto, SpKK(K), FINSDV, FAADV menerangkan bahwa tingkat kesembuhan psoriasis ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pola hidup yang sehat. “Kalo pola hidup yang sehat sudah dilakukan, menghindari rokok, menghindari makanan yang berlemak dan manis, olah raga yang teratur tahap berikutnya adalah menghindari pencetus [psoriasis],” jelasnya.
Hal-hal yang harus dihindari agar tidak terkena psoriasis di antaranya yakni stres, obat-obatan yang tidak boleh dikonsumsi sembarangan, dan trauma. Selanjutnya, yaitu mendeteksi lebih awal adanya gejala-gejala psoriasis. Selain itu, pasien psoriasis juga perlu menjaga berat badannya agar memperoleh pengobatan yang lebih maksimal.