Highlight.ID – Masyarakat padukuhan Mangunan, Dlingo, Bantul, DIY awalnya mengandalkan penghasilan hidup dari pertanian. Namun sejak kawasan tersebut dikembangkan menjadi destinasi wisata, banyak warga yang kemudian mempunyai pendapatan tambahan. Pendapatan tersebut salah satunya diperoleh dari homestay di Desa Wisata Kaki Langit yang disediakan untuk para wisatawan.
Purwo Harsono selaku Ketua Koperasi Notowono mengatakan bahwa keikutsertaan warga dalam pariwisata diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Menurutnya, yang aktif saat ini ada lebih dari 16 homestay, dikelola oleh kelompok Atap Langit.
“Mereka tidak menginap saja. Apa yang mereka lakukan? Kita tawarkan, mereka bisa explore yang wana wisata. Perburuan kabut sutera misalnya, pagi hari. Terus bagaimana akomodasinya biar menarik? Kita ada pemberdayaan lagi, Jeep wisata,” jelas pria yang biasa dipanggil Ipung kepada Highlight.ID.
Baca Juga:
Desa Wisata di NTB yang Bisa Kamu Kunjungi
Dengan menginap di homestay, wisatawan sekaligus bisa merasakan dan mengalami sendiri kehidupan di perdesaan. Beragam atraksi menarik dapat dilakukan oleh wisatawan seperti bertani hingga berkebun. Tak hanya itu, mereka juga bisa menikmati aneka makanan dan minuman tradisional yang disajikan oleh warga.
Salah satu kegiatan di mana pengunjung bisa mencicipi kuliner tradisional yakni Pasar Semi Kaki Langit yang digelar setiap hari Sabtu dan Minggu. Uniknya, wisatawan menggunakan koin kayu dengan nominal tertentu untuk bertransaksi.
Selain Atap Langit, Desa Wisata Kaki Langit terbagi menjadi beberapa kelompok layanan termasuk Langit Terjal (Jeep tour), Rasa Langit (kuliner), Langit Ilalang (outbound), Budaya Langit (kebudayaan), Langit Hijau (agrowisata), Karya Langit (kerajinan), dan Langit Cerdas (edukasi).
Filosofi “Kaki Langit”
Desa Wisata Kaki Langit yang dikembangkan sejak tahun 2014 merupakan embrio pariwisata di daerah Mangunan. Di kawasan yang berjarak sekitar 23 km dari pusat kota Yogyakarta tersebut, terdapat pula sejumlah objek wisata menarik seperti Hutan Pinus Mangunan, Hutan Pinus Sari, Hutan Pinus Pengger, Puncak Becici, Bukit Panguk Kediwung, Seribu Batu Songgo Langit, dan lainnya.
Baca Juga:
Merasakan Suasana Desa Wisata Pentingsari yang Terkenal Hingga Mancanegara
Seperti halnya Desa Wisata Kaki Langit, beberapa objek wisata itu juga berada di bawah naungan Koperasi Notowono. “Wana wisata itu ada 10 kelompok masyarakat yang terdiri dari 7 operator dan 3 sub operator. Sepuluh kelompok masyarakat itu berada di 3 desa dalam 6 blok hutan lindung,” ucap Ipung.
Pada awal pengembangan, Ipung membuat inisiasi untuk bisa bekerja sama dengan Pemerintah Daerah DIY. Pasalnya, di kawasan Mangunan terdapat Resort Pengelolaan Hutan (RPH) yang dimiliki oleh pemerintah dengan luas 573,7 hektar. Dari luas tersebut, yang dikelola menjadi daya tarik wisata seluas 30,41 hektar.
Ipung juga memikirkan bagaimana masyarakat yang berada di luar wana wisata dapat ikut berkembang. Oleh karena itu, keberadaan desa wisata yang berdampingan dengan wana wisata menjadi sangat penting. “Kawasan di luar hutan itu juga harus tumbuh kembang. Dengan cara apa? Kemasan tadi, desa wisata. Desa wisata bukan kunjungan yang besar tapi lebih kepada profit-nya yang besar,” terangnya.
Konsep pengembangan wisata Mangunan dimulai dari pemberian nama yang mengandung doa dan harapan. Lalu, dipilihlah nama “Desa Wisata Kaki Langit”. Ipung menerangkan, ‘kaki’ itu merupakan lambang pergerakan atau upaya keras manusia. “Kaki itu untuk melangkah, meninggalkan kemelaratan ini untuk menuju pada kesejahteraan.”
Baca Juga:
Bersama Pemerintah NTB, Reddoorz Kembangkan Desa Wisata
Sementara ‘langit’ itu sebagai lambang Tuhan yang mampu mewujudkan doa dan harapan manusia. “Kita gabungkan ‘kaki langit’. Artinya apa? Upaya keras untuk merubah kemelaratan menjadi kesejahteraan tapi tidak meninggalkan eksistensi Tuhan,” Ipung menambahkan.
Munculnya Usaha-usaha Baru
Menurut Ipung, keberadaan kawasan wisata di daerah Dlingo membuat kesejahteraan warga meningkat. Hal ini dibuktikan dengan tidak masuknya Dlingo sebagai kecamatan termiskin di provinsi DIY. “Kalo tidak ada pariwisata belum tentu ada perubahan sepesat ini dalam waktu sekitar 5 tahun,” ujar Ipung dengan mantap.
Berkembangnya industri pariwisata juga memunculkan sejumlah usaha baru di wilayah Dlingo. Usaha-usaha baru itu meliputi rumah makan, catering, tempat penginapan, agen perjalanan hingga bengkel kendaraan. “Banyak usaha baru sampai 400 lebih,’ kata Ipung.
Namun adanya pandemi Covid-19 membuat Desa Wisata Kaki Langit dan objek-objek wisata di sekitarnya harus bangkit lagi dari awal. Kelonggaran yang diberikan pemerintah memungkinkan pengelola wisata untuk menerima kembali kunjungan wisatawan. Ipung berujar, “Kita merintis lagi, mulai mengaktifkan lagi layanan-layanan yang dulu pernah ada. Kemudian kita mulai menata lingkungan lagi.”