
Highlight.ID – Ketertarikan Edi Sunaryo pada seni grafis sudah dimulai sejak ia masih berstatus mahasiswa Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI) “ASRI” Yogyakarta. Meski ia mengambil Jurusan Seni Lukis namun Edi tertarik pula untuk mempelajari seni grafis.
Ketika Edi masih kuliah, kampus STSRI “ASRI” Yogyakarta lokasinya berada di Gampingan di mana kantor Jurusan Seni Lukis dan Jurusan Seni Grafis berhadap-hadapan. “Sehingga di sana terjadi keakraban, perjumpaan antar mahasiswa,” kata Edi kepada Highlight.ID pada saat pembukaan pameran “Ratimaya – Bayangan Keindahan”, Minggu (16/1).
Pameran seni grafis yang berlangsung di Sangkring Art Space, Yogyakarta itu menampilkan karya-karya Edi Sunaryo. Tak sendirian, Edi memamerkan karyanya bersama seniman grafis lainnya yakni B. Gunawan dan Irwanto Lentho. Karya-karya mereka dipamerkan selama 2 bulan, tanggal 16 Januari hingga 16 Maret 2022.

“Beragam teknik grafis itu sangat luar biasa. Ada enam teknik yang masing-masing mempunyai karakteristik yang hebat,” Edi melanjutkan pembicaraan. Dari sekian banyak teknik grafis, yang paling menarik baginya yaitu woodcut atau teknik cetak tinggi. Dulu, bahan cetakan biasanya terbuat dari kayu sementara sekarang orang bisa memakai berbagai macam bahan termasuk hardboard salah satunya.
Baca Juga:
Tiga Pegrafis Gelar Pameran Seni Grafis “Ratimaya – Bayangan Keindahan”
“Kami masing-masing saling memberi masukan dan saya senang sekali. Jadi, ada variasi-variasi. Bagi saya, variasi medium itu menjadi pengetahuan yang sangat bagus. Kebetulan waktu itu ada mata kuliah pilihan, terus terang saya memilih Woodcut,” jelasnya. Sejak saat itu, Edi mulai berpikir untuk menekuni seni grafis dan seni lukis secara bersamaan.
Menurut Edi, antara seni lukis dan seni grafis mempunyai perbedaan. Seni grafis membutuhkan kehati-hatian ekstra sementara seni lukis lebih bebas. Ia pun memaparkan secara singkat bagaimana proses membuat karya grafis. Setiap elemen grafis seperti garis maupun bentuk-bentuk lainnya akan ‘beranak pinak’, mengisi kekosongan ruang yang ada.

Selama mencukil bahan cetakan, Edi mengaku tidak merasa lelah kecuali mual sehingga ia harus menghentikan karyanya. Lalu, ia akan melanjutkan lagi karyanya setelah merasa lebih baik. Proses pembuatan karya bisa memakan waktu kurang lebih 1 minggu untuk 1 karya, tergantung pada ide yang didapatnya.
Edi mengatakan bahwa imajinasi bisa diperoleh dengan melihat karya orang lain, lalu berkembang menjadi ide. “Ketika saya menemukan ide, ini enaknya pakai medium apa, seni grafis atau seni lukis?,” ucap pria kelahiran Banyuwangi ini.
Setelah menemukan ide, Edi bisa mempunyai gambaran tentang lambang-lambang. Kemudian, lambang tersebut akan menentukan pemilihan bentuk yang berkesan abstrak. Edi memang memilih seni grafis abstrak agar orang bisa mempunyai imajinasi dan interpretasi sendiri atas karyanya.