
Highlight.ID – Tahun 2009 tepatnya tanggal 2 Oktober merupakan momen bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal tersebut, batik yang merupakan warisan budaya bagsa Indonesia diakui UNESCO sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi. Pada tanggal yang sama, bangsa Indonesia memperingatinya sebagai Hari Batik Nasional.
Untuk melestarikan dan mengapresiasi batik, diadakan Pameran WARISAN yang berlangsung tanggal 22 – 25 Agustus 2019 di Cendrawasih Hall, Jakarta Convention Center (JCC). Tak hanya batik, Pameran WARISAN yang mengusung tema “Citra Bahtera Nusantara” juga menampilkan perajin tenun dan mutiara dari berbagai daerah di Indonesia.
Salah satu Kurator Batik Pameran WARISAN, Komarudin Kudiya berujar, “Setiap Pameran WARISAN, kita memiliki tema-tema tertentu, terutama untuk batik. Kenapa mesti kita tentukan tema-tema batik itu? Karena kita, bangsa Indonesia memiliki ribuan bahkan jutaan ragam hias batik. Namun ada beberapa motif batik yang tradisional. Jadi pada pameran sebelumnya kita telah menampilkan motif Parang, motif Kawung. Untuk kali ini, kita akan menampilkan motif Gurdo.”
“Kaitannya dengan tema tersebut, setiap motif (batik) tradisional memiliki makna-makna simbolik, keluhuran dari bangsa kita. Masyarakat ketika memberikan nama itu dulu tidak sekadar memberikan nama, tapi memiliki (makna) harapan, doa, tujuan-tujuan tertentu, seperti falsafah kehidupan,” imbuh dia pada acara Press Conference Pameran WARISAN di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta.
Baca Juga:
Jogja Fashion Parade 2019 Suguhkan Modest Wear Karya Desainer Lokal
Menurut Komarudin, motif Gurdo yang berupa simbol burung Garudo tunggangan Dewa Wisnu memiliki beberapa istilah berbeda tergantung tempat di mana batik itu dibuat. Istilah lain motif Gurdo yakni motif Elang dan motif Sawat. “Pengertian Gurdo sendiri, kalo kita lihat bisa melambangkan ‘kejantanan’. Makna lainnya, sebuah ‘keterbukaan’, ‘keleluasaan’,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa orang yang mengenakan batik bermotif Gurdo berharap ia mempunyai kekuatan dan keleluasaan. Selanjutnya, Komarudin menerangkan bahwa 2019 ini menjadi tahun kesepuluh pengakuan batik Indonesia oleh UNESCO. Setiap lima tahun, Indonesia harus memberikan laporan kepada UNESCO tentang segala hal yang berkaitan dengan pelestarian batik.
Kegiatan yang berupaya untuk melestarikan batik sebagai warisan budaya di antaranya yakni Jambore Batik yang dilaksanakan di setiap provinsi. Selain itu, sekarang sudah banyak lembaga pendidikan seperti universitas, politeknik hingga sekolah yang memberikan materi-materi tentang batik. Telah banyak pula buku-buku tentang batik yang beredar di pasaran.
Baca Juga:
Jogja International Batik Biennale 2018 Sebagai Representasi Kota Batik Dunia
“Tapi itu semua, puncaknya bagaimana agar batik kita ini tetap diminati oleh banyak masyarakat. Sehingga perajin batik akan merasakan kembali seperti pada tahun 2009 – 2010, (waktu itu) semarak batik luar biasa. Memang dalam sepuluh tahun ini ada penurunan. Tapi InsyaAllah, kita berharap bahwa tahun ini dengan diadakannya Pameran WARISAN, kita akan lebih semarak lagi,” tuturnya.
Batik tradisional yang asli terdiri dari batik tulis dan catik cap atau batik kombinasi (batik tulis dan batik cap). Proses pembuatannya seratus persen menggunakan malam panas. Namun kendalanya, saat ini banyak tiruan-tiruan berupa kain tekstil bermotif batik yang dianggap merugikan perajin batik tradisional. Padahal, kain dengan motif batik yang dibuat dengan proses cetak tak dapat dikategorikan sebagai batik. Sementara dari sisi pembeli, mereka kesulitan atau bahkan tidak dapat membedakan batik asli dan batik palsu.
“Kalo dari sisi kualitas, batik itu hanya ada tiga, batik tulis, di mana seluruh pengerjaannya dengan menggunakan tangan dan alatnya (berupa) canting. Kalo batik cap itu dikerjakan dengan menggunakan cap, normal itu ukurannya 18 cm x 18 cm. Kemudian yang ketiga adalah (batik) kombinasi antara cap dan tulis,” papar dia.
“Sementara yang beredar itu, banyak tekstil/kain bercorak batik atau paduan batik dan tekstil. Tugas kurator adalah untuk membedakan dan memastikan bahwa batik yang dijual oleh para tenant/peserta pameran ini adalah batik asli sehingga pembeli itu merasa nyaman ketika membeli, batik itu memang benar asli,” katanya. Oleh karena itu, Komarudin menekankan pentingnya pemahaman yang lebih dalam tentang batik di kalangan masyarakat.
“Diharapkan pameran ini, di samping mengedukasi, ingin ikut menjamin bahwa produk-produk peserta pameran adalah batik asli,” tutup dia.