
Highlight.ID – Penduduk muslim di Indonesia patut bersyukur karena tumbuh dan tinggal di negara Indonesia yang demokratis. Pasalnya, masyarakat Indonesia dapat mengekspresikan dirinya secara leluasa dalam arti yang positif. Hal itu disampaikan oleh Diajeng Lestari selaku CEO HIJUP dalam acara Hijab Celebration Day 2019 pada Minggu, 17 Februari 2019 di Bintaro X-Change, Tangerang. Acara tersebut diselenggarakan oleh HIJUP untuk memperingati World Hijab Day yang jatuh pada tanggal 1 Februari 2019.
“Kalo kita melihat negara-negara yang lain yang penduduk muslim-nya banyak juga, kebanyakan itu enggak sedemokratis Indonesia. Jadi di Indonesia itu, kita bisa sangat mengekspresikan diri kita, bebas banget, dalam arti positif, ya,” ujar perempuan yang akrab disapa Ajeng. Lalu ia mencontohkan Diandra Gautama, seorang pembalap yang menekuni bidang otomotif dan juga menjadi pembicara pada acara talkshow bertema “World Hijab Day”.
Lebih lanjut, Ajeng mengatakan bahwa seorang istri yang berhijab tidak dilarang untuk menekuni berbagai macam profesi. “Banyak yang menganggap Islam itu, kalo (perempuan) udah berhijab enggak boleh melakukan beberapa hal yang sifatnya mungkin itu lebih ke (dilakukan oleh) laki-laki, misalnya berbisnis,” imbuh dia.
Baca Juga:
Indonesia Muslim Lifestyle Festival: Pameran Industri Syariah dan Halal
Menurut Ajeng, perempuan berhijab boleh-boleh saja untuk berbisnis selama mendapat persetujuan dari suami. Ia menambahkan, “Kalo di Indonesia, muslimahnya bisa memaksimalkan potensi mereka, menjadi apapun, (selama) dalam koridor Islam.”
Motivasi dan Keputusan untuk Berhijab
Ajeng menceritakan bahwa keputusannya untuk berhijab dimulai sejak ia berusia 14 tahun dan duduk di bangku kelas 3 SMP (sekolah menegah pertama). Namun keputusan tersebut tidak terjadi begitu saja. Ketika awal-awal masuk SMP, ia merasa sering diganggu atau dijahilin oleh murid-murid cowok.
“Karena waktu aku masuk ke sekolah, istilahnya kita masuk masa puber, ya. Banyak anak-anak cowok yang suka gangguin. Jadi, merasa terganggu, gitu,” ujar dia.
Lalu ia pun melihat siswa perempuan berjilbab yang jumlahnya sangat sedikit dibandingkan jumlah siswa dalam 1 kelas. “Dan aku ngelihat temenku yang pake hijab, itu dia aman banget, nyaman banget,” ungkapnya.
Baca Juga:
Rachel Vennya: Menjadi Influencer untuk Melakukan Kebaikan

Ajeng sering duduk bersebelahan dengan temannya yang berjilbab tersebut. Teman Ajeng tersebut sering memberinya buku-buku cerpen Islami. Dari situ lah, Ajeng mulai berpikir untuk memakai hijab. Meski demikian, Ajeng waktu itu merasa kesulitan untuk membeli jilbab sehingga ia pun meminjam dari temannya.
Menurut cerita Ajeng, pada waktu, muslimah yang berhijab dianggap sedang mengalami suatu masalah. Padahal tidak demikian. Hal itu terjadi, karena dulu, wanita berhijab belumlah selazim dan sebanyak sekarang. Nah, sejak memakai jilbab, Ajeng merasa dirinya dilindungi oleh Allah sehingga teman-temannya tidak banyak yang berbuat jahil. Dengan memakai jilbab pula, Ajeng tidak terjerumus kepada pergaulan yang menjurus pada hal-hal negatif.
Sementara itu, Diandra Gautama, Automotive Influencer, menceritakan bahwa sejak TK hingga SMA ia menempuh pendidikan di Sekolah Islam Al-Azhar. “Jadi sebenarnya udah ditanamkan pengetahuan (bahwa) perempuan yang sudah baligh harus berhijab. Tapi sayangnya, aku tidak membiasakan itu dari kecil. Akhirnya kurang melekat, gitu,” ungkap Diandra.
Beranjak dari bangku pendidikan hingga menekuni profesinya di dunia otomotif, Diandra masih juga belum berhijab. Alasannya, jika dirinya berhijab, Diandra merasa takut kehilangan pekerjaan. “Udah tahu kalo harus pake hijab tapi masih takut, kaya, tar kalo kehilangan pekerjaan, gimana? Selalu, bertahun-tahun seperti itu,” kata dia.
Baca Juga:
Tips Memiliki Rumah Sendiri Buat Kaum Milenials
Kemudian, Diandra membentuk sebuah komunitas bernama Nasr bersama teman-temannya yang juga baru berhijrah. Komunitas Nasr sendiri aktivitasnya mengadakan kajian dakwah khusus akhwat secara rutin di masijd. “Di situlah baru beberapa bulan akhirnya aku memutuskan, udah deh, udah saatnya, nih (berhijab),” tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Rachel Vennya, Influencer, membagikan ceritanya tentang perjalanan rohaninya sebelum akhirnya memutuskan berhijrah. Rachel mengaku kalau dirinya sering merasa dikecewakan oleh orang-orang terdekatnya, entah itu keluarga atau teman-temannya.
“Ya udah aku merasa semua orang pasti ngecewain aku, kan. Ya udah, aku jalanin hidup aku. Semakin lama, semakin aku besar, bukannya aku semakin belajar untuk berpikir kalo manusia itu akan mengecewain aku, tapi ternyata aku malah jadi makin berharap sama manusia,” ujar dia.
Sampai suatu ketika, Rachel curhat kepada temannya tentang kejadian yang menimpanya. Teman Rachel itu pun berkata kepada dirinya, “Mau itu mama kamu, mau itu anak kamu, suami kamu, itu semua bakal ngecewain kamu. Cuman Allah yang enggak ngecewain kamu.”
Baca Juga:
Rachel Vennya Lepas Hijab Bikin Netizen Kecewa, Apa Alasannya?
Lalu teman Rachel menyarankan dia untuk berhijab. Tapi Rachel belum merasa mantap untuk memakai jilbab karena sadar dirinya masih memiliki berbagai kekurangan. Apalagi, suami Rachel sejak zaman pacaran hingga menikah tidak pernah memintanya untuk memakai jilbab.
Rachel pun bertanya kepada suaminya, “Kenapa aku nggak pernah disuruh pake jilbab, sih, (mulai) dari pacaran, aku nggak pernah disuruh pake (baju) tertutup?”
Suami Rachel yang bernama Niko Al-Hakim pun menjawab, seperti yang diceritakan Rachel, “Karena kalo aku yang suruh (kamu) pake jilbab, kalo aku ngecewain kamu, kamu bakal lepas (jilbabnya). Tapi kalo kamu berjilbab karena Allah, Allah itu nggak bakal ngecewain kamu.”
Meski awalnya sempat ragu, karena belum mengerjakan amalan-amalan ibadah secara teratur, Rachel pun akhirnya mencoba memakai jilbab. Menurut dia, ketika seorang muslimah memakai jilbab maka dengan sendirinya ia akan terdorong untuk melakukan amalan-amalan kebajikan.
Baca Juga:
Kisah Wanita Inspiratif di Balik Peresmian HIJUP Store Yogyakarta
Hijab yang Fashionable
Ketika awal-awal memakai hijab, atasan Ajeng di mana dulu ia bekerja sempat mempertanyakan bagaimana ketika ia harus mempresentasikan perusahaan di depan klien. Lalu, Ajeng pun mencari referensi bagaimana ia bisa tetap berhijab namun terlihat bagus dipandang. Hal itu dilakukannya, karena dulu pakaian jilbab masih dianggap sesuatu hal yang tidak populer bahkan dinilai jelek dan kuno. Menurut Ajeng, anggapan yang salah itu berlaku karena ketika itu belum ada referensi style-nya.
“Terus, akhirnya aku mikir, gimana caranya pake jilbab yang (terlihat) lux, profesional, dan bagus. Akhirnya aku, ya cari-cari referensi, belajar sama temen yang jago makeup,” terang dia. Teman-teman kantor Ajeng pun banyak yang heran ternyata orang yang memakai jilbab juga bisa terlihat bagus.
“Aku punya motivasi gimana caranya supaya orang-orang pake hijab itu bisa menerima dirinya. Karena kalo orang pake hijab itu mengikuti identitas dia, kan,” kata Ajeng.
“Seiring berjalannya waktu, Alhamdulillah, lahirlah HIJUP. Kita pingin muslimah berhijab itu gampang dapetin baju-baju muslim. Lewat HIJUP pula, wanita berhijab bisa mendapatkan referensi style yang sesuai dengan kepribadian dan seleranya masing-masing. Dengan demikian, wanita muslimah bisa merasa feel good dan percaya diri dengan mengenakan hijab.