Highlight.ID – Dalam mengarungi kehidupan yang seringkali tidak bisa diprediksi, seseorang akan menemui berbagai macam permasalahan. Tak jarang, permasalahan hidup yang ditemui membuat seseorang merasa tertekan dan terbebani sehingga kesehatan mentalnya terganggu. Perasaan sedih, kecewa, stres, cemas, khawatir, suasana hati yang berubah-ubah pada periode tertentu adalah beberapa gejala gangguan mental yang kerap kita temui.
Banyak orang yang tidak mampu mengatasi permasalahan hidupnya secara mandiri sehingga ia membutuhkan pertolongan. Karena jika gangguan mental tidak diberikan perawatan maka ini bisa mengakibatkan gangguan jiwa yang lebih parah. Menemui psikolog adalah salah satu cara untuk mendapatkan perawatan mental.
Konsultasi dengan Psikolog
Kepada Highlight.ID, Cut Maghfirah Faisal, S.PSi, M.Psi, Psikolog menerangkan, “Tentunya psikolog bisa membantu menguraikan masalah, memberikan penilaian yang lebih objektif dari masalah kita dan memberikan terapi atau treatment yang dibutuhkan. Atau, kalo masalahnya nggak terlalu berat, setidaknya psikolog bisa menjadi tempat untuk mencurahkan perasaan secara aman tanpa dihakimi.”
Berdasarkan pengalaman Cut Maghfirah, banyak klien yang ditemuinya hanya ingin sekadar menceritakan permasalahan hidupnya. “Karena teman-temannya atau orang-orang di sekitarnya pasti memberikan judgement ketika dia cerita. Dia butuh tempat yang aman untuk bercerita.”
Baca Juga:
Self-Harm, Kenapa Orang Sengaja Melakukannya?
“Atau, bagi yang nggak mempunyai masalah sama sekali, psikolog bisa memberikan penilaian yang objektif melalui wawancara, tes-tes psikologi agar kita lebih mengenal kepribadian kita, mengetahui apa yang membuat saya mempunyai kepribadian seperti ini. Bisa membantu lebih mengenali diri kita sendiri,” jelas wanita yang biasa dipanggil Fira ini.
Tantangan dan Hambatan
Dalam pandangan Fira, banyak orang yang masih menganggap bahwa orang yang berkonsultasi ke psikolog itu merupakan ‘orang gila’. Menurutnya, itulah yang menjadi salah satu tantangan menjadi psikolog. “Orang-orang mungkin masih memiliki stigma itu sehingga membuat orang-orang yang membutuhkan bantuan jadinya enggan karena takut dicap gila.”
“Jadi, tantangan kita adalah terus memberikan edukasi bagi orang-orang bahwa sebenarnya yang pertama, yang boleh konsultasi sama Psikolog bukan cuman orang dengan gangguan jiwa berat tapi kalo punya masalah-masalah kecil atau bahkan kita nggak punya masalah tapi pengin konsultasi aja untuk pengembangan diri itu boleh banget dan bagus banget,” terang wanita asal Banda Aceh ini.
“Kita juga perlu memberikan edukasi bahwa ‘it’s okay not to be okay’. Nggak perlu malu dalam kehidupan kalo kita punya masalah. Itu hal yang sangat wajar. Dan, kalo kamu mengakui kalo punya masalah dan mencoba mencari pertolongan berarti kamu itu hebat,” Fira menambahkan. Dalam pengamatannya, akhir-akhir ini, terutama di era pandemi [Covid-19], kesadaran tentang kesehatan mental sudah meningkat.
Baca Juga:
Menjadi Psikolog, Cut Maghfirah Faisal Terus Lakukan Refleksi Diri
Fira mengungkapkan bahwa orang yang berkonsultasi ke psikolog acapkali dianggap cengeng, mudah menyerah atau lemah imannya. Oleh orang-orang di sekitarnya, mereka disuruh untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan dengan memperbanyak ibadah dan doa.
“Kalo menurut saya gini, itu nggak salah. Tapi kalo kita melakukan kedua-duanya bukannya lebih bagus, ya. Jadi, kita berdoa juga iya, tapi kita konsultasi ke profesional juga iya. Bukannya itu pendekatan yang lebih bagus? Kenapa itu dianggap sebagai sesuatu yang bertolak belakang? Padahal, kan, nggak?” kata Pendiri Sanubari Psikologi ini.
Menurut Fira, berkonsultasi dengan psikolog dan berdoa bisa dilakukan secara beriringan. “Justru itu bisa membuat hasil yang lebih optimal. Jadi, makanya kita harus sama-sama menjaga omongan kita. Belajar untuk memiliki mindset yang lebih terbuka. Jangan sampai orang yang butuh pertolongan malah nggak mau nyari pertolongan karena takut dihakimi.”
Konseling Online
Kemajuan teknologi informasi seperti internet memunculkan layanan konseling secara online tanpa mengharuskan adanya tatap muka secara fisik. Hal itu bisa terlihat dari makin banyaknya aplikasi konseling online di mana pengguna bisa mengunduhnya secara gratis di smartphone kesayangan mereka. Pengguna aplikasi konseling online bisa bertemu dengan psikolog dan mengungkapkan permasalahan pribadinya.
Baca Juga:
Kenali Beragam Manfaat Hipnoterapi dan Tahapannya
Bagi Fira, hal ini sangat membantu dalam melakukan pekerjaannya sebagai Psikolog. Apalagi di daerah asalnya belum terlalu banyak konsseling yang dilakukan secara tatap muka. “Saya merasa sangat terbantu, secara pribadi, sama teknologi konseling online,” sambungnya.
Dalam pengamatan Fira, jumlah psikolog di Indonesia masih terbatas, penyebarannya pun belum merata. “Bahkan, ada beberapa daerah yang belum punya psikolog sama sekali.”
“Kelebihan konseling online ini, bisa disesuaikan sama kenyamanan klien. Misalnya, ada klien yang nggak nyaman kalo harus menceritakan masalahnya secara verbal. Oh, ya udah, nggak apa-apa. Konsultasinya via chat aja. Itu mungkin bisa membuat dia lebih nyaman karena bisa mikir-mikir dulu merangkai katanya daripada dipaksa ngomong secara verbal, secara langsung tatap muka malah nggak keluar apa yang mau diceritakan,” Fira menerangkan.
“Atau, klien-klien yang mempunyai masalah kecemasan. Dia membayangkan pergi ke luar rumah, datang ke tempat baru, ke biro konseling misalnya, itu aja dia udah gemeteran duluan. Melalui konseling online ini, dia bisa melakukan konsultasi di tempat aman dia, di kamar dia, sambil rebahan, sambil rileks. Dia bisa sedikit mengurangi kekhawatiran karena dia setidaknya konseling di tempat yang udah familiar,” tambahnya.
Fira tidak bisa menyangkal bahwa konseling online juga memiliki beberapa kekurangan. “Misalnya, tidak bisa mengobservasi secara langsung. Karena observasi, gerak gerik itu juga informasi yang penting bagi psikolog. Kemudian kesulitan untuk melakukan administrasi tes psikologi kalo secara online. Jadi, ada plus-minusnya. Tapi, di situasi pandemi seperti ini, inilah cara yang paling mendekati ideal yang bisa kita lakukan daripada tidak sama sekali.”