Home Business Mengenal Sukuk, Produk Investasi Berbasis Syariah

Mengenal Sukuk, Produk Investasi Berbasis Syariah

Pengertian manfaat definisi sukuk produk investasi obligasi berbasis syariah kementrian keuangan
Booth Kementrian Keuangan di Halal Expo Indonesia (HEI) 2019 | Foto: Highlight.ID

Highlight.ID – Sebagai kementrian negara yang berada di lingkungan Pemerintah Indonesia, Kementrian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia mempunyai peran dalam mengembangkan ekonomi syariah. Sejalan dengan peran tersebut, Kementrian Keuangan ikut berpartisipasi dalam acara Halal Expo Indonesia (HEI) 2019 yang berlangsung tanggal 6 – 8 Desember 2019 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Tangerang, Banten.

Rezha Sahhilny Amran selaku Kepala Edukasi Publik Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementrian Keuangan kepada Highlight.ID mengatakan, “Kami melihat event Halal Expo Indonesia ini merupakan salah satu event yang sudah established, sudah berjalan di tahun keduanya. Tentunya, masyarakat yang datang ke event ini berhubungan atau terkait dengan ekonomi syariah. Di sini, kami tujuannya adalah untuk mengedukasi masyarakat mengenai apa saja peran Kementrian Keuangan dalam mendukung ekonomi syariah.”

“Ada beberapa peran yang dilakukan oleh Kementrian Keuangan. Pertama tentunya kita mengeluarkan kebijakan atau regulasi yang mendukung perkembangan ekonomi syariah dari tentang surat berharga syariah negara, perbankan syariah, perasuransian, pasar modal, penjaminan, sampai ada produk investasi berbasis syariah yang masyarakat bisa berkontribusi dalam ekonomi negara atau APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) untuk membangun Indonesia bersama,” jelas Rezha.

Ekonomi syariah di Indonesia sangat potensial dengan jumlah penduduk yang mayoritas muslim dan salah satu yang terbesar di dunia. “Artinya, secara pasar dan potensinya sangat besar sekali. Ini juga menjadi prioritas agenda Kementrian Keuangan untuk menggerakkan ekonomi terutama yang berbasis syariah,” tambahnya.

Baca Juga: Muslim LifeFest 2019, Ajang Pelaku Bisnis Halal Berbasis Syariah

Rezha memaparkan bahwa lewat event seperti Halal Expo Indonesia (HEI) 2019, masyarakat dapat lebih memahami peran-peran Kementrian Keuangan dalam memajukan perekonomian nasional. “Kami ingin mengedukasi peran Kementrian Keuangan dalam hal ini kebijakan pengelolaan keuangan dalam APBN. Di dalam APBN, kita ada kebijakan yang mendukung pengembangan ekonomi syariah. Salah satunya adalah surat berharga syariah negara. Kita ada suatu instrumen investasi yang berbasis syariah,” kata dia.

Menurut Rezha, pemahaman masyarakat Indonesia tentang ekonomi syariah masih perlu ditingkatkan lagi. Rezha menambahkan, “Karena selama ini, kan masyarakat terpapar informasi hanya mengenai kebijakan ataupun instrumen investasi yang konvensional saja. Padahal, Indonesia ini salah satu negara muslim terbesar di dunia. Jadi, bagaimana ekonomi berbasis syariah itu bisa memajukan negara ini.”

Apa itu Sukuk?

Untuk mengembangkan potensi keuangan syariah di Indonesia, pemerintah melalui Kementrian Keuangan mengeluarkan produk pembiayaan berbasis syariah yang disebut dengan Sukuk Negara Ritel. Diluncurkan sejak tahun 2008, Sukuk seperti halnya Obligasi Ritel Negara (ORI) yang menerapkan prinsip-prinsip ekonomi syariah.

Baca Juga: Inovasi Ekonomi dan Teknologi untuk Mempercepat Inklusi Keuangan

Pengertian manfaat definisi sukuk produk investasi obligasi berbasis syariah kementrian keuangan
Booth Kementrian Keuangan di Halal Expo Indonesia (HEI) 2019 | Foto: Highlight.ID

Muhammad Rama Septianto Putro selaku staff Analisis Kesesuaian Syariah dan Dokumen Hukum Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Pembiayaan Syariah Kementrian Keuangan menjelaskan perbedaan antara sukuk dengan obligasi konvensional. “Untuk sukuk ini menggunakan prinsip syariah, yang pertama. Yang jelas itu, kita memperoleh fatwa syariah dari DSN MUI (Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia). Yang kedua, dalam penerbitan sukuk ini juga ada underlying asset. Yang ketiga, sukuk ini menggunakan akad. Kita menggunakan berbagai macam akad baik akad ijarah, mudharabah, musyarakah, istishna, dan lain-lain,” kata Rama.

Pemerintah menerbitkan sukuk berbasis aset (underlying asset) yang berupa barang milik negara dan proyek. Oleh karena itu, pemerintah tidak bebas mengeluarkan sukuk karena harus menyesuaikan dengan barang dan proyek yang dimiliki. “Kalo (produk keuangan) konvensional, pemerintah sebebas mungkin menerbitkan surat utang tanpa ada batas maksimal. Tetapi kalo sukuk, kita ada batasan berupa underlying asset,” jelasnya.

Tujuan Sukuk

Dengan sukuk, pemerintah ingin mendiversifikasi investor, tak hanya mereka yang berbasis konvensional namun juga syariah. “Bedanya sukuk di sini, pemerintah memfasilitasi investor dari Indonesia untuk langsung membantu pemerintah dalam pembiayaan-pembiayaan yang dananya berasal dari penerbitan sukuk ini. Contohnya pembiayaan proyek-proyek, misalkan proyek pembangunan asrama haji, proyek pembangunan IAIN (Institut Agama Islam Negeri), dan sebagainya,” kata Rama.

Pembiayaan (financing) untuk pembangunan proyek infrakstruktur yang berasal dari sukuk sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 56 Tahun 2001. Keberadaan sukuk juga mendukung pengembangan pasar syariah di Tanah Air. Selain itu, sukuk bertujuan untuk mendorong masyarakat berorientasi pada inventasi (investment-oriented society). Sukuk juga menjadi alternatif instrumen investasi ritel yang berbasis syariah.

Baca Juga: Halal Expo Indonesia (HEI) 2019 Siap Digelar, Temanya “Halal is Everything”

Green Sukuk (ST 006)

Pemerintah juga telah menerbitkan Green Sukuk Ritel (ST 006) yang merupakan surat berharga syariah negara yang digunakan untuk membiayai proyek-proyek ramah lingkungan. Beberapa sektor yang mencari sasaran Green Sukuk Ritel yakni: renewable energy; sustainable transportation; sustainable natural resource management; resilience to climate change; energy efficiency, green tourism; sustainable agriculture; green building; dan energy and waste management.

Green Sukuk memiliki framework yang terdiri dari 4 pilar, di mana pilar pertama tentang penerbitan Green Sukuk yang 100% digunakan untuk refinancing dan financing proyek hijau. Pilar kedua yakni mekanisme budget tagging untuk menentukan proyek hijau. Pilar ketiga, Kemenkeu memastikan 100% hasil penerbitan untuk membiayai proyek hijau. Lalu pilar yang keempat, laporan Green Sukuk yang meliputi pengukuran pengurangan emisi gas rumah kaca.

“Kita punya mekanisme budget tagging, kerja sama dengan Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) dan kementrian terkait untuk pemilihan proyek-proyek yang sifatnya green tersebut. Proyek-proyek tersebut kita klasifikasikan, kita bisa ajukan anggarannya kepada Kementrian Keuangan,” jelas Rama. Selanjutnya, Kementrian Keuangan akan membiayai proyek-proyek yang telah ditandai dengan penerbitan Green Sukuk.

Baca Juga: Anies Basdewan: Ekonomi Syariah Harapan Peradaban Dunia

Kriteria Proyek Syariah

Proyek-proyek yang dibiayai itu memiliki beberapa kriteria yakni memiliki kejelasan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan penyelesaian. Selain itu, proyek mempertimbangkan rencana pemanfaatan dan rencana pembangunan proyek dari segi manfaat-mudharat (analisis mashlahat proyek).

Kriteria lainnya, pemanfaatan proyek bukan untuk tujuan yang berkaitan dengan: 1) kontribusi pada jasa keuangan konvensional (ribawi); 2) kontribusi pada kegiatan yang mengandung unsur perjudian; 3) kontribusi pada kegiatan yang bersifat merusak/berbahaya (mudharat) terhadap akhlak/moral maupun lingkungan; 4) kontribusi terhadap produksi, distribusi, perdagangan dan/atau penyediaan barang/jasa yang dilarang (haram).

Kendala

Investor pada umumnya masih cenderung memilih investasi konvensional. Menurut Rama, kendala yang dihadapi selama ini yakni kurangnya literasi di kalangan masyarakat tentang ekonomi syariah. “Literasi keuangan syariah di Indonesia itu masih kalah dengan yang konvensional. Makanya ini salah satu bentuk strategi marketing pemerintah di Halal Expo Indonesia ini untuk meningkatkan literasi masyarakat Indonesia. Jadi kita di sini memiliki misi untuk menyosialisasikan bahwa pemerintah lagi menggenjot keuangan syariah supaya lebih baik lagi dari konvensional,” ujar Rama.

Baca Juga: Hunian Apartemen dengan Konsep Syar’i untuk Mahasiswa

Kendala lainnya, yakni faktor kepercayaan (trust) di mana sebagian besar masyarakat masih mempunyai pola pikir lama dan hanya mengetahui jenis-jenis investasi yang sudah lama terbit. “Sukuk ini kan termasuk salah satu instrumen (investasi) yang cukup baru dari pemerintah. Meskipun udah tahun 2008 diterbitkan, namun saya lihat literasi keuangan syariah di Indonesia masih 8 persen. Masih jauh dengan keuangan konvensional yang bisa mencapai 30 persen,” papar dia.

Partisipasi Masyarakat

Rezha menambahkan, “Indonesia adalah negara berkembang. Ada 3 komponen yang menjadikan Indonesia sebagai negara maju dari sisi pemerintah, swasta, dan masyarakat sendiri. Dari sisi ekonomi, Kementrian Keuangan tugas utamanya adalah mengelola keuangan negara yaitu APBN. APBN itu salah satu instrumen utama pendapatannya adalah pajak negara.”

“Penerimaan negara kita lebih dari 75% didominasi oleh pajak, itu satu. Yang kedua, rencana pengeluaran pemerintah selama satu tahun itu di atas dari pendapatan negara. Artinya, kita membutuhkan pembiayaan atau utang negara. Gimana caranya pemerintah mengelola utang supaya tetap berhati-hati dan masyarakat bisa berkontribusi kita menerbitkan surat berharga negara atau investasi di mana ada 2 jenis, yang konvensional dan yang syariah,” tambahnya.

“Jadi, ada 3 hal secara sederhana di mana masyarakat bisa membantu APBN. Satu, adalah membayar pajak, melakukan kewajiban perpajakan. Kedua, memahami dan mengawasi pelaksanaan APBN. Apakah uang negara dialokasikan dengan baik? Apakah uang negara benar-benar dibelanjakan ke masyarakat lagi? Masyarakat harus ikut mengawasi. Dan yang ketiga adalah berinvestasi pada surat utang negara. Dalam acara Halal Expo Indonesia ini kita fokuskan agar masyarakat berinvestasi pada instrumen investasi berbasis syariah,” tutup Rezha.