Highlight.ID – Kegemaran berfoto-foto merupakan hobi yang saat ini banyak dilakukan banyak orang. Apalagi berkembangnya media sosial mempermudah siapa pun untuk mengunggah foto-foto dengan mudah. Nah, tempat wisata yang menyediakan spot-spot menarik untuk foto-foto yakni Museum De Mata yang terletak di kawasan XT Square, Yogyakarta.
Kelahiran Museum De Mata tak bisa dilepaskan dari Petrus FX Kusuma, seorang pengusaha yang hobi traveling hingga ke luar negeri. Petrus FX Kusuma yang berasal dari Magelang memiliki perusahaan property bernama PT Demata Maris Indonesia. Berawal dari bidang property, ia lalu berekspansi ke bidang lainnya, yakni pariwisata.
Awal Berdirinya De Mata
Eta Margareta, Marketing Staff De Mata Museum, menjelaskan bahwa Petrus FX Kusuma suka jalan-jalan ke luar negeri, ke tempat-tempat wisata. Ketika traveling ke luar negeri, sang owner De Mata Museum tersebut menemukan tempat wisata yang unik di Korea. Tempat wisata yang menarik perhatiannya itu berupa museum 3D.
Kemudian, dia pun berinisiatif mendirikan museum 3D di Indonesia, tepatnya di kota Yogyakarta pada tahun 2013. “Beliau mengadopsi yang di Korea (museum 3D), (lalu konsepnya) dibawa ke Indonesia, di Jogja, akhirnya beliau buat (De Mata Museum) di sini (Yogyakarta) dengan visi misinya (yaitu) tempat wisata yang semua kalangan bisa masuk,” ujar Eta kepada Highlight.ID.
Baca Juga: Ini Dia Museum 3D Paling Favorit di Indonesia, Kamu Sudah Mampir?
De Mata Museum dapat dinikmati oleh siapa saja mulai dari anak-anak, remaja hingga dewasa. Hadirnya De Mata Museum membuat wisatawan tak perlu jauh-jauh pergi ke luar negeri untuk menyaksikan museum 3 dimensi. Menurut Eta, awal munculnya De Mata sempat viral karena De Mata menjadi pioneer museum 3 dimensi di Indonesia.
Eta memaparkan bahwa De Mata juga berupaya menanamkan nilai-nilai edukatif kepada pengunjung. Salah satunya, yakni dengan menghadirkan spot-spot foto yang bernuansa kultural, khususnya budaya Yogyakarta. Selain itu, De Mata juga didukung oleh para guide yang mengajarkan pengunjung cara pengambilan foto dengan benar.
De Mata Museum itu sendiri terbagi menjadi 4 wahana, yakni De Mata 1, De Mata 2, De Arca, dan D’Walik. Masing-masing wahana mempunyai konsep yang berbeda-beda. Pengunjung bisa membeli tiket per wahana maupun tiket terusan. Menurut Eta, pengunjung yang datang ke Museum De Mata bersama rombongan minimal 25 orang akan mendapatkan diskon 10 persen.
Baca Juga: Menengok Sejarah dan Kebudayaan Keraton Yogyakarta yang Adiluhung
Wahana Permainan
De Mata 1
Eta memaparkan, De Mata 1 dilengkapi dengan 70-an spot foto dengan konsep 3D experience. “Harapannya, kalo pengunjung masuk ke dalam (De Mata 1), mereka ada pengalaman,” ujar dia.
Misalnya spot foto dengan tema gudeg di mana pengunjung dapat memakai kostum Jawa yang seolah-olah sedang berjualan makanan tradisional khas Yogyakarta tersebut. Selain itu, ada spot foto favorit berupa penjara di mana pengunjung bisa berfoto seperti sedang berada dalam penjara.
Di sini, pengunjung tak hanya melihat karya-karya 3 dimensi semata, tapi juga bisa mendapatkan pengalaman baru dengan memakai property yang telah disediakan. Selain itu, De Mata 1 yang memiliki kapasitas 250 – 300 orang terdapat ratusan gambar 3D dengan berbagai tema seperti flora, fauna, fantasi, dan lainnya.
Baca Juga: Monumen Nasional, Tempat Terbaik Untuk Melihat Kota Jakarta dari Atas
De Mata 2
“Kalo yang di De Mata 2 itu ada 3 dimensi, 4 dimensi, augmented reality yang bisa di-download di Playstore, ilusi kaca, sama foto kostum,” jelas Eta yang merupakan lulusan International Hotel Management School (IHS) Solo. Kostum tersebut mempunyai berbagai tema yang bisa dipilih seperti China, Jepang, Korea, Mesir, Belanda, dan Jawa.
Adapun kostum yang dipakai di luar harga tiket sehingga ada biaya tambahan lagi. Setelah itu, pengunjung yang menyewa kostum dapat memilih latar belakang (background) dengan teknologi green screen. De Mata 2 yang memiliki area lebih kecil dibandingkan De Mata 1 mampu menampung sekitar 150 hingga 200 pengunjung.
De Arca
Sedangkan di Museum De Arca dengan area yang cukup luas, wisatawan dapat melihat-lihat ratusan koleksi patung yang terbuat dari fiber dan dikerjakan oleh seniman lokal. “Ada tokoh dalam negeri, tokoh luar luar negeri, selebriti dunia, dan superhero. Ada tokoh-tokoh presiden juga di situ (De Arca),” papar Eta.
Baca Juga: Lawang Sewu, Saksi Bisu Sejarah Perkeretaapian di Indonesia
Menurutnya, pihak pengelola berupaya membuat patung-patung tersebut semirip mungkin dengan tokoh aslinya. Dengan melihat-lihat koleksi patung di De Arca, pengunjung tak hanya dapat berfoto-foto tapi juga mengenang tokoh-tokoh yang telah tiada seperti pahlawan kemerdekaan. Tak hanya itu, terdapat pula koleksi patung berupa tokoh-tokoh yang sering muncul di layar televisi.
D’Walik
Wahana permainan berupa rumah terbalik yang paling baru ini mulai dibuka pada tahun 2017. Eta berujar, “Wahana kami yang paling baru, baru dibuka tahun 2017, (yaitu) rumah terbalik. Ada 27 spot, semua property-nya terbalik.”
Ada berbagai macam tema di D’Walik mulai dari yang bertemakan horor, barbershop, harta karun hingga angkringan.
Minat Pengunjung
Eta memaparkan bahwa peningkatan jumlah pengunjung paling banyak terjadi pada awal-awal pembukaan De Mata, yaitu antara tahun 2013 hingga 2016. “Awal ini (De Mata) dibuka sampai ke (tahun) 2016 memang masih viral banget karena memang kita masih belum ada pesaing, di Jogja, dan kita cukup bagus tempatnya luas, parkirannya luas” ujar dia.
Setelah tahun 2016, jumlah pengunjung mengalami penurunan karena mulai munculnya kompetitor dengan konsep yang hampir sama. Meski demikian, Eta mengungkapkan optimismenya, “Tapi dari situ kita masih bisa tetap eksis dan bertahan cukup kuat, ya. Kami masih selalu mengganti gambar terus dan peminat masih sangat banyak.”
Baca Juga: Haluu, Spot Instagrammable di Jakarta yang Seru dan Bernuansa Artistik
Proses Pembuatan Spot Foto
Untuk menarik minat pengunjung, De Mata terus mengganti gambar-gambar yang ada. Dengan demikian, wisatawan, apalagi yang pernah berkunjung, tidak bosan dan akan merasa penasaran. “Tentu dari tim kami harus sekreatif mungkin. Setiap bulan kami harus ada ide baru untuk memperbarui wahana supaya pengunjung bisa dateng nggak cuman sekali. Jadi bisa berkali-kali,” kata Eta.
Seperti yang dijelaskan oleh Eta, spot-spot foto yang ada di De Mata diganti setiap 3 bulan. Bagian tim desain grafis bekerja sama dengan marketing bersama-sama merancang spot foto yang dirasa akan menarik minat orang. Sebelum spot foto dieksekusi, tim dari De Mata melakukan meeting terlebih dahulu.
“Awalnya dimulai dari meeting dulu. Kita tentukan ide-ide (lalu) digabungkan menjadi satu. Setelah (idenya) digabungkan menjadi satu, nanti kita harus cari property-nya dulu. Kalo sudah ready, nanti sudah ada orang lapangan yang mengerjakan sesuai dengan arahan kami,” papar dia.
Eta menjelaskan bahwa proses pengembangan ide itu sendiri membutuhkan waktu yang tidak singkat. Sedangkan untuk proses pengerjaan tergantung tingkat kesulitan spot foto itu sendiri. Ia mengatakan,”Jadi itu prosesnya cukup lama sih. Untuk menghadirkan ide sendiri, butuh waktu, ya. Tidak secepat itu. Tapi untuk pengerjaannya, biasanya kami kasih target, untuk 1 spot foto yang rumit itu bisa 1 minggu. tapi kalo hanya kita ganti property biasa, 1 (sampai) 2 hari sudah jadi.”
Baca Juga: Panorama Sunset yang Elok dan Memikat di Pantai Parangtritis
Sedangkan gambar-gambar yang ada di Museum De Mata dihasilkan lewat proses digital printing. Pencetakan digital dipilih karena proses pembuatannya lebih cepat dibandingkan dengan lukisan manual. Selain itu, gambar dari hasil digital printing tidak membutuhkan perawatan yang rumit.
Aplikasi Mobile
Memanfaatkan perkembangan teknologi, De Mata melakukan berbagai terobosan, salah satunya yakni dengan meluncurkan aplikasi mobile yang bisa diunduh di handphone. “Kalo di aplikasi kita sedang mengembangkan AR (augmented reality). Itu sekarang sudah marak sekali, ya. Jadi, kami di De Mata 2 khususnya kami punya AR (yang) bisa di-download di Playstore, namanya Augmented Reality De Mata,” ujar Eta.
Aplikasi tersebut dapat memunculkan semacam gambar bergerak atau animasi ketika handphone diarahkan pada spot-spot foto yang ada di De Mata. Hadirnya aplikasi AR tersebut membuat spot-spot foto yang ada terlihat lebih interaktif dan memberikan pengalaman berbeda. Eta menuturkan, “Sekarang sudah zaman teknologi, ya. Dari gambar kita tambahkan sedikit sentuhan teknologi, saya rasa nanti bakal viral lagi.”
Ke depannya, Museum De Mata mempunyai rencana untuk mengembangkan wahana permainan di tempat lain namun dengan konsep yang berbeda. “Beda yang jelas, kami kalo membuat tempat (wisata) baru lagi, sebisa mungkin beda dari ini (De Mata),” tutupnya.
De Mata Museum Yogyakarta
Alamat: XT Square, Jl. Veteran No.150-151, Pandeyan, Umbulharjo, Daerah Istimewa Yogyakarta 55161
Telepon: (0274) 380809
Website: www.dematamuseum.com
Email: [email protected]
Instagram: @de_mata_de_arca