Home Lifestyle Health Pasien Kanker Payudara HER2 Positif Stadium Dini Belum Dapatkan Pengobatan Komprehensif

Pasien Kanker Payudara HER2 Positif Stadium Dini Belum Dapatkan Pengobatan Komprehensif

Cancer Information and Support Center (CISC) menyelanggarakan webinar seminar online
Ilustrasi | Foto: goodhousekeeping.com

Highlight.ID – Peringatan Hari Perempuan Internasional yang jatuh setiap tanggal 8 Maret selalu menjadi momentum untuk menyuarakan tentang kesetaraan, tak terkecuali dalam hal akses mendapatkan pengobatan bagi ribuan pasien kanker payudara, jenis kanker terbanyak pada perempuan. Hingga hari ini, pasien kanker payudara terutama dengan jenis HER2 positif (Human Epidermal Growth Factor Receptor 2) stadium dini masih terus berjuang agar pengobatan mereka bisa dijamin secara lengkap oleh BPJS Kesehatan. Sebuah perjuangan panjang yang hingga hari ini masih belum membuahkan hasil.

Kisah Vany: Satu di antara Seribu

Vany Ely, perempuan 43 tahun, karyawan swasta di Jakarta, adalah salah seorang penyintas kanker payudara HER2 positif stadium dini yang beruntung mendapatkan penanganan komprehensif tujuh tahun yang lalu. Kanker payudara subtipe HER2 positif yang dideritanya adalah salah satu jenis kanker payudara yang agresif, dan menyerang satu dari lima pasien kanker payudara di Indonesia. Vany mendapatkan kemoterapi dan terapi target trastuzumab, yang membuatnya pulih dari kanker payudara HER2 positif dan sekarang dapat menjalani kesehariannya seperti biasa kembali.

“Saya dulu adalah pasien kanker payudara stadium dini jenis HER2 positif yang beruntung bergabung dengan komunitas pasien CISC (Cancer Information and Support Center). Mereka mengarahkan saya berkonsultasi ke dokter yang tepat. Dokter juga mendorong saya menjalani pemeriksaan yang lengkap, dan terapi yang komprehensif dengan kemoterapi dan terapi target trastuzumab. Sekarang saya sudah sehat kembali, dapat bekerja dan mengurus keluarga dengan maksimal.”

Baca Juga:
CISC Ungkap Mitos dan Fakta Seputar Kanker Payudara

Sayangnya, tak banyak pasien kanker payudara HER2 positif yang bernasib seperti Vany. Sebagian besar pasien tak mampu menjangkau pengobatan tersebut, sementara JKN hanya menjamin trastuzumab untuk pasien stadium lanjut. Sebuah ironi, mengingat pengobatan sejak stadium dini memberikan peluang sembuh yang jauh lebih besar dan pasien bisa menjadi produktif kembali.

“Saya sangat berharap agar pasien kanker payudara yang lain juga seberuntung saya. Pulihnya saya membuktikan bahwa kanker payudara jika ditangani dengan benar, diobati secara optimal sejak stadium dini akan memberikan peluang sangat besar untuk sembuh, mencegah memburuknya penyakit dan kekambuhan. Semoga JKN bisa menjamin trastuzumab untuk stadium dini, agar pasien bisa kembali menjalankan perannya dalam keluarga dan masyarakat,” kata Vany.

Saat ini, trastuzumab untuk kanker payudara HER2 positif hanya dijamin di program JKN untuk pasien stadium metastasis (stadium lanjut) dan itu pun dibatasi hanya maksimal 8 siklus. Padahal, pengobatan terapi target trastuzumab sudah menjadi standar pengobatan untuk kanker payudara HER2 positif stadium dini dan bahkan termasuk ke dalam daftar obat esensial WHO.

Tak hanya pasien kanker stadium dini yang mengalami masalah. Walaupun secara aturan sudah jelas tercantum rincian terapi dan obat apa saja yang termasuk dalam BPJS, pada praktiknya ternyata belum tentu akses terhadap terapi tersebut benar-benar dapat terealisasi.

Baca Juga:
Tantangan Akses Penanganan Kanker Payudara HER2+ Stadium Dini

Tantangan ini dihadapi oleh Sartini (44 tahun), seorang pasien kanker payudara stadium lanjut dari Yogyakarta. Sartini baru saja mendapat pengalaman pahit saat harus mengakses pengobatan di BPJS akibat implementasi kebijakan yang berbeda-beda di tiap daerah. Sartini didiagnosis kanker payudara HER2 positif stadium 3 sejak tahun 2019 dan bulan lalu terdiagnosis metastatik ke hati dan direkomendasikan oleh dokter untuk mendapatkan kemoterapi dan terapi target trastuzumab.

Saat masih stadium 3, ia mendapat informasi bahwa trastuzumab tidak dapat diklaim di BPJS, karena hanya tersedia untuk stadium metastasis atau stadium 4. Yang menyedihkan, saat kondisi kankernya mulai bermetastasis, Sartini kemudian dirujuk ke rumah sakit lain, tapi tetap saja trastuzumab tidak dapat diberikan melalui penjaminan BPJS, karena adanya perbedaan implementasi kebijakan BPJS di setiap daerah.

“Dokter bilang kalau mau dapat trastuzumab saya harus ke Solo atau Semarang. Katanya di Jogja nggak ada obatnya di rumah sakitnya. Tapi kalau harus ke luar kota, saya nggak kuat. Karena nggak ada trastuzumab, sekarang saya hanya minum obat kemo oral,” keluh Sartini. “Tolong diusahakan ada trastuzumab di Jogja, karena saya nggak sanggup harus ke luar kota,” lanjutnya. Benar-benar panjang dan berliku perjuangan pasien kanker payudara untuk mendapatkan akses pengobatan di BPJS.

BPJS: Antara Harapan & Kenyataan

Berdasarkan riset pada penduduk berusia 25 – 64 tahun di perkotaan dari Kementerian Kesehatan, sebanyak 90% pasien kanker payudara di Indonesia berusia produktif antara 25 – 55 tahun, yang secara tidak langsung memiliki potensi untuk memberikan dampak terhadap aspek sosio ekonomi masyarakat. Hal ini tidak hanya akan menjadi beban pada tingkat keluarga tetapi juga berpengaruh pada sistem kesehatan secara umum.

Baca Juga:
Chiara Lionel Salim Aktif Lakukan Advokasi Tentang Psoriasis Lewat Medsos

Di sisi lain, riset menunjukkan bahwa jika ditangani secara optimal sejak stadium dini, angka kesintasan 5-tahun dapat mencapai 99%2. Oleh karena itu, penanganan kanker payudara yang komprehensif sejak stadium dini memberikan peluang kesembuhan yang lebih tinggi bagi pasien dan berpotensi untuk mengurangi dampak sosio ekonomi masyarakat.

“Tujuan pengobatan kanker payudara pada stadium dini tidak hanya untuk mengontrol penyakit tetapi juga kuratif atau mencapai kesembuhan, sehingga pasien dapat kembali menjalani kehidupannya secara produktif. Selain tindakan operasi dan radiasi, terapi yang secara ilmiah terbukti efektif pada kanker payudara HER2-positif stadium dini adalah pemberian terapi target dengan trastuzumab dan kemoterapi yang dapat meningkatkan angka kesintasan dan menurunkan risiko kekambuhan pasien,” ujar dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B(K)Onk., M.Epid., MARS, Spesialis Bedah Onkologi.

dr. Sonar menambahkan, “Pengobatan yang optimal pada kanker payudara stadium dini akan berpotensi untuk meringankan beban pasien, keluarga pasien, sekaligus membantu sistem kesehatan negara ini. Kehadiran JKN telah mempermudah akses terhadap diagnosis, namun perlu diikuti dengan penanganan kanker payudara HER2-positif yang komprehensif untuk meningkatkan hasil pengobatan.”

Permasalahan akses pengobatan dengan trastuzumab ini juga sudah lama menjadi sorotan BPJS Watch. “Harusnya memang untuk trastuzumab tercakup dalam BPJS sejak stadium dini, karena kanker itu kalau dibiarkan terus justru biayanya semakin besar, jadi harus sejak awal ditangani. Apalagi ini kita berbicara tentang hak hidup seseorang. Jadi, pemerintah juga harus mempertimbangkan penyakit-penyakit katastropik ini untuk tetap mendapatkan perhatian dalam BPJS. Jangan karena ini penyakit katastropik justru malah dianggap membuang-buang uang,” dinyatakan Timboel Siregar, Ketua Advokasi BPJS Watch.

Tak terkecuali, harapan yang sama juga diserukan oleh para anggota komunitas CISC. “Kami mewakili ribuan pasien kanker payudara di Indonesia ingin menyuarakan aspirasi kami agar akses penanganan kanker payudara, baik pada stadium dini maupun stadium metastasis, benar-benar menjadi perhatian bagi pemerintah dan masyarakat luas. Apalagi mengingat bahwa kanker payudara saat ini adalah jenis kanker dengan angka kejadian tertinggi di Indonesia, Dan, perempuan-perempuan ini masih sangat berpotensi untuk terus berkontribusi secara produktif,” ungkap Aryanthi Baramuli Putri, SH., MH., Ketua Umum Indonesian Cancer Information and Support Center (CISC).

“Penting bagi kita semua untuk terus mendorong terciptanya kesetaraan akses kesehatan dasar bagi semua perempuan di Indonesia, terutama untuk pasien kanker payudara HER2 stadium dini yang saat ini masih belum memiliki akses penanganan yang optimal melalui BPJS. Kami berharap agar pada peringatan Hari Perempuan Internasional tahun depan sudah ada perubahan nyata terhadap akses kesehatan dasar bagi perempuan, dan secara khusus adanya penjaminan trastuzumab dari BPJS untuk kanker payudara stadium dini,” tutup Aryanthi.