Highlight.ID – Tak dapat dipungkiri, kemajuan teknologi informasi seperti smartphone dan media sosial telah mengubah perilaku manusia. Perubahan perilaku orang terlihat ketika hendak makan atau minum, terutama ketika berada di restoran. Mereka biasanya suka memotret makanan/minuman dengan smartphone sebelum memakan/meminumnya. Satu hal lagi, orang suka berfoto bersama (wefie) ketika sedang kumpul bersama di sebuah restoran atau kafe.
Peran teknologi dalam dunia food and beverages (kuliner) menjadi salah satu topik konferensi pada IdeaFest FoodX yang digelar pada Kamis, 3 Oktober 2019 di Jakarta Convention Center (JCC). IdeaFest FoodX merupakan bagian dari rangkaian acara IdeaFest 2019 yang terselenggara berkat kerja sama antara IdeaFest dengan Qraved dan Endeavor Indonesia.
Baca juga:
- IdeaFest 2019 Ajak Kaum Muda untuk Bangga Jadi Orang Indonesia
- Topik Semakin Beragam, IdeaFest 2019 Siap Digelar Awal Oktober
- Resmi Dibuka, IdeaFest Tahun Ini Bakal Lebih Semarak
“Semua menjadi lebih kompleks ketika teknologi mobile menjadi semakin penting. Banyak hal yang harus dilakukan dan dipikirkan seperti diskon, cashback, pengiriman, dan lainnya. Tantangan terbesar yang dihadapi saat ini yakni tidak adanya sumber daya untuk mengatur semua hal tersebut. Hal lainnya, yakni terlalu banyaknya platform yang tersedia,” ujar Steven Kim, Pendiri sekaligus CEO Qraved pada konferensi bertema “How Mobile Digital is Changing Marketing for Restaurants”.
Untuk itu, IdeaFest FoodX menjadi semacam ekosistem yang dapat mempertemukan antara sesama pebisnis kuliner (foodpreneur) maupun mereka yang ingin merintis bisnisnya. IdeaFest FoodX terdiri dari berbagai macam program seperti speed mentoring, conference, dan talkshow. Lewat IdeaFest FoodX pula, para pebisnis kuliner atau pengunjung IdeaFest 2019 bisa saling bertukar pikiran dan menambah wawasan.
Menurut Steven Kim, pasar online di bidang kuliner hanya sekitar 5 persen. Sisanya, 95 persen yakni pasar offiline. Hal itu terjadi karena masyarakat Indonesia suka berkumpul bersama keluarga atau teman ketika melakukan aktivitas makan atau minum. Dengan demikian, maka kehadiran teknologi informasi tak dapat menggusur pasar offline yang telah ada sejak lama.
Selain Steven Kim, hadir pula sebagai pembicara, yakni: Kevin Susanto selaku Co-Founder Goola; Steven Tjan sebagai CEO Boga Group Jawa Timur; Wynda Mardio selaku Founder Steak Hotel by Holycow!; dan Veronica Utami sebagai Head of Marketing Google Indonesia.
Wynda Mardio menjelaskan bahwa pada awal ia merintis bisnis tidak memiliki budget marketing. Untuk itu, ia mengandalkan media sosial Twitter sebagai sarana pemasaran yang pada waktu itu tahun 2010 sedang populer. Menurutnya, Twitter menjadi sarana promosi yang cukup efektif untuk menyampaikan pesan. “Bisa dibilang, (teknologi) digital itu sangat membantu pada saat kita mulai pada 2010 itu,” kata Wynda.
Sedangkan Steven Tjan mengatakan, “Sejak ada digital marketing ini, saya harus belajar banyak tentang takeaway packaging. Karena jaman dulu biasa-biasa aja.” Dengan adanya teknologi digital di mana orang dapat memesan makanan/minuman tanpa harus datang ke restoran, maka peran kemasan produk menjadi sangat penting. Selain itu, kemampuan staff dalam hal penggunaan teknologi digital juga harus ditingkatkan. Tujuannya, agar layanan dapat berjalan dengan baik.
Sementara Kevin Susanto menjelaskan bahwa yang terpenting adalah kualitas produk. Menurutnya, produk yang bagus dapat menjadi alat pemasaran yang ampuh dibandingkan hanya mengandalkan teknologi digital.
Perkembangan smartphone yang semakin canggih mempermudah siapapun untuk memesan makanan/minuman. Apalagi dengan hadirnya beberapa aplikasi, orang tak perlu repot datang ke rumah makan. Selain lewat aplikasi, informasi tentang restoran bisa didapatkan dari teman, review youtuber atau media sosial. Informasi juga diperoleh lewat mesin pencari seperti Google. Tak berhenti di situ, orang lalu memfoto makanan/minuman dan mengunggahnya ke berbagai platform seperti media sosial atau Google Maps.
Menurut Veronica, antara bisnis online dan offline harus saling berkesinambungan. Ketika berbisnis offline, maka perlu dipikirkan bagaimana kehadiran bisnisnya secara online. Demikian pula sebaliknya. Lewat teknologi digital, data-data konsumen dapat dikumpulkan dan bisa menjadi wawasan (insights) untuk mengembangkan bisnis di masa datang.