Highlight.ID – TEDxUniversitasPertamina dengan tema “Langgas” yang dilaksanakan tanggal 24 November 2019 di Auditorium Griya Legita, Universitas Pertamina, Jakarta menghadirkan beberapa pembicara. Salah satu pembicara yang hadir menyampaikan materinya yakni dr. Jiemi Ardian, seorang Psikiater yang berpraktik di Siloam Hospitals Bogor.
dr. Jiemi Ardian kepada Highlight.ID di sela-sela acara mengatakan, “Ini event yang menarik karena kita butuh ide-ide segar baru dalam berbagai aspek. Ada banyak orang, banyak keahlian tentunya akan lebih mudah kita menyaring informasi, jika orang dengan expertise masing-masing ini menyampaikan ide utama yang sudah mereka pelajari dalam jangka waktu yang panjang.”
Baca juga:
- Digelar Pertama Kali, TEDxUniversitas Pertamina Usung Tema “Langgas”
- Kuliah Jurusan Psikologi, Apa Sajakah yang Bisa Kamu Pelajari?
- Self-Harm, Kenapa Orang Sengaja Melakukannya?
Pada event TEDxUniversitasPertamina, dr. Jiemi Ardian membawakan materi tentang pemafaan. Dalam pandangan dr. Jiemi, saat ini pemaafan telah mengalami kehilangan makna yang sesungguhnya. “Pemafaan sudah kehilangan maknanya karena semua orang bicara tentang maaf seakan mereka mengerti, padahal tidak. Seakan maaf itu sama dengan melupakan. Maaf itu sama dengan membiarkan orang bertindak tidak adil. Bukan demikian.”
“Maaf itu adalah apa yang kita lakukan ke dalam (jiwa) untuk melepaskan rasa sakit (hati), hanya itu saja. Keadilan perlu dicapai dengan tindakan lain. Melupakan tidak akan terjadi karena otak manusia tidak diciptakan untuk melupakan. Memaafkan bisa berarti kita mengingat tapi tidak merasa sakit. Pemaafan bisa juga dilakukan secara simultan dengan pencarian keadilan. Tapi pencarian keadilan, tanpa pemaafan, bisa saja kita dapat keadilan, tapi batin tetap tidak akan tenang,” papar dr. Jiemi.
“Pemaafan perlu dilakukan bersamaan dengan hal yang ada di luar yaitu pencarian keadilan, usaha untuk bertumbuh. Kita berdamai dengan realita, tapi itu hal yang terpisah dari pemaafan,” kata dia.
Menurut dr. Jiemi, pemaafan dan keadilan secara ideal harus tercapai bersama-sama. “Idealnya, kedua hal (itu) tercapai. Tapi, ada hal-hal yang kita tahu tidak bisa kendalikan, yaitu hal-hal eksternal. Kadang dunia memang bertindak tidak adil. Tapi paling tidak, ketika dunia bertindak tidak adil, batin kita bisa lebih tenang dengan pemaafan,” jelasnya.
“Harapan saya, kita tidak lagi berusaha melupakan, tidak berusaha ‘mengecilkan’ pemaafan. Semoga dengan speech singkat saya tadi, kita sama-sama menyadari bahwa pemaafan itu ‘perjalanan’. Dan kita bisa sama-sama berusaha untuk hidup dengan lebih bahagia dengan melepaskan rasa sakit,” tutup dr. Jiemi.