Highlight.ID – Perbankan syariah di Indonesia menunjukkan adanya pertumbuhan meskipun market share-nya masih di kisaran 10 persen. Hal ini diungkapkan oleh Muhammad Ismail, Sekretaris Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) pada webinar yang merupakan salah satu rangkaian acrara dari Bulan Fintech Nasional (BFN) 2021.
Total aset keuangan syariah pada sektor perbankan pada tahun 2017 sebesar Rp435,02 triliun. Aset perbankan syariah mengalami peningkatan di tahun-tahun berikutnya: Rp489,69 triliun (2018), Rp538,32 triliun (2019), Rp608,90 triliun (2020), dan Rp631,55 triliun (per Juni 2021). Selain itu, sukuk korporasi, reksa dana syariah, dan sukuk negara juga mengalami peningkatan dari tahun-tahun.
“Keuangan syariah Indonesia menunjukkan peningkatan dan pertumbuhan. Per Juni 2021, total aset keuangan syariah Indonesia itu belum termasuk saham syariah. Itu sudah mencapai 1.885 truliliun (rupiah). Atau setara dengan 130 miliar USD,” jelas lulusan Universitas Bina Nusantara ini.
Baca Juga: Lewat Cekfintech.id, Masyarakat Bisa Ketahui Legalitas Pinjaman Online
“Meskipun melandai sejak pandemi, pertumbuhan perbankan syariah masih positif dan masih lebih tinggi dibandingkan perbankan konvensional. Growth aset perbankan syariah sampai Juni 2021, tumbuh 15,87 persen. Sedangkan perbankan konvensional tumbuh 8,25 persen. Kita lihat artinya potensi pertumbuhan perbankan syariah masih luar biasa bagus,” jelas Ismail.
“Kalo kita lihar angka-angka pertumbuhan ini sebenarnya ini sesuatu yang menyenangkan. Tapi kalo kita lihat secara umum, kita perlu ingat bahwa kontribusi keuangan syariah itu masih hanya 10 persen di keuangan nasional,” sambungnya.
Digitalisasi Keuangan Syariah
“Ada banyak hal yang mendorong digitalisasi dan itu terkait dengan ekosistem keuangan syariah termasuk ekosistem fintech syariah. Yang pertama adanya integrasi antar bisnis. Jadi bisnis melebarkan layanannya melalui kolaborasi dengan pemain pasar dan industri yang berbeda-beda,” kata Ismail.
Selian itu, perkembangan artificial intellegence (AI) meningkatkan kemampuan bisnis untuk pengambilan keputusan termasuk sistem pembayaran dan persetujuan kredit. Menurut Ismail, sekarang sudah banyak perusahaan atau institusi yang memanfaatkan teknologi AI untuk meningkatkan efisiensi dalam penyaluran kredit.
Ditambah lagi, perkembangan teknologi berbasis cloud disertai dengan merebaknya virus Covid-19 seolah memaksa setiap perusahaan untuk mengadopsi teknologi digital.
Digitalisasi juga didorong oleh keinginan masyarakat sebagai user/pelanggan untuk berkomunikasi secara digital dengan lembaga bisnis. “Sehingga ini mau nggak mau mendorong semua lembaga keuangan semua yang ada di ekosistem keuangan ternasuk di keuangan syariah bertransformasi sehingga ekosistemnya harus in line dengan perkembangan digital,” paparnya.
Ismail menyebutkan bahwa data-data konsumen yang dikumpulkan secara digital berguna untuk memberikan customer experience yang lebih baik.