
Highlight.ID – Selama ini, kita banyak menggantungkan pasokan listrik yang bahan bakunya berasal dari energi tidak terbarukan seperti batubara. Padahal, energi tidak terbarukan tersebut membutuhkan proses pembentukan yang sangat lama hingga berjuta-juta tahun. Apabila terus dipakai, maka sumber energi tidak terbarukan lama-lama akan habis.
dr. Anoushka Bhuller, Chief Executive Officer (CEO) PT Indonesia Pembangkit Mandiri (IPM) Energy Solution mengatakan, “Saat ketersediaannya terbatas, kaum yang kurang beruntung terimbas saat harga bahan baku naik dan perusahaan listrik terpaksa menaikkan harga listrik. Saat ini, perusahaan listrik adalah perusahaan yang bagaimanapun juga pasti membutuhkan profit untuk tetap berjalan.”
Oleh karena itu, energi terbarukan sangat diperlukan karena sumber energinya yang tidak pernah habis. Energi terbarukan terdiri dari berbagai sumber seperti matahari, gelombang laut, angin, panas bumi, biofuel, biomassa, pasang surut, dan air. “Lebih cepat kita sadar sekarang ada renewable resources, kita bisa switch. Suatu hari nanti, listrik bukan sebuah fasilitas yang harus dibayar karena dengan meningkatnya awareness masyarakat bahwa ada sumber energi yang bahan bakunya bukan produk tambang dan gampang didapatkan seperti matahari,” ujar Anoushka kepada Highlight.ID.
“Energi surya saja sebenarnya cukup. Bayangin setiap meter persegi dari luas area di muka bumi ini dapat menghasilkan 5 kWh (kilo Watt hour) energi matahari. Kebutuhan setiap manusia adalah 3 kWh per hari, atau kalo misalkan sebuah keluarga dengan 5 anggota itu berarti membutuhkan 10 meter persegi area untuk mengambil energi dari surya. Energi surya ini diambil dari panel surya. Jadi saat ini, ada 50 juta rumah di Indonesia dengan luas atap lebih dari 50 meter kuadrat, itu luas area. Kalo kita hitung luas area berapa meter kuadrat itu adalah 2.500 juta meter kuadrat yang dapat dipasangkan panel surya,” kata Anoushka.
Baca juga:
dr. Anoushka Bhuller Ceritakan Pengalamannya Menjadi CEO
Berdasarkan kalkulasi pesimistik, 2 kWh yang dihasilkan per meter kuadrat akan tetap menghasilkan 200 ribu megawatt dari atap. “Dengan total 2.500 juta meter kuadrat atap yang ada di Indonesia, per meter kuadrat menghasilkan 2 kWh per hari, kalkulasinya total adalah sebuah pembangkit yang berkpasitas 200 ribu megawatt. Sebagai perbandingan, Indonesia hanya membutuhkan 60 ribu megawatt. Jadi, sebenarnya atap saja sudah cukup,” jelas wanita yang akrab disapa dengan nama Sasa ini.
Ketahanan Energi
Perempuan asal Medan ini sangat mendukung pemanfaatan panel surya atap karena tidak memerlukan lahan yang lebih. Meskipun tidak seefisien pembangkit listik tenaga surya (PLTS) di tanah yang menggunakan mounting system, namun panel surya atap terbilang lebih ramah lingkungan. Menurutnya, lahan PLTS dapat dialihkan untuk sumber daya pangan atau agrikultur.
Dengan demikian, maka ketersediaan pangan nasional dapat ditingkatkan. Lebih bagus lagi, apabila hasil pangan nasional dapat diekspor ke luar negeri. “Karena sekarang ini, untuk mengokohkan sebuah negara adalah kebutuhan dasar yaitu energi dan pangan,” Anoushka menerangkan.
Baca Juga:
Nestlé Kembangkan Pertanian Regeneratif dan Gunakan Listrik Terbarukan

Energi terbarukan lainnya yang sangat potensial yakni sampah. Komposisi sampah di Indonesia terdiri dari sampah organik dan sampah anorganik seperti plastik misalnya. Kedua jenis sampah tersebut dapat diolah menjadi refuse derived fuel (RDF) yang dapat menggantikan batubara.
Selanjutnya adalah hydropower, teknik menghasilkan energi listrik yang memanfaatkan air yang bergerak seperti air sungai misalnya. Namun Anoushka menganggap bahwa hydrodropower mengganggu ekosistem kehutanan dan sungai itu sendiri. “Tapi memang ada cara untuk memastikan itu tidak mengganggu ekosistem sekitar dari pembangkit. Kapasitasnya ada 40 ribu megawatt, nggak sebesar [energi] yang lain juga dan investasinya lumayan tinggi,” katanya.
Lalu ada panas bumi yang menjadi fokus pemerintah karena membutuhkan teknologi yang sangat canggih. “Ahlinya sudah ada, di-set up oleh pemerintah dan mereka sudah menjalankan tugasnya. Kita juga sudah memiliki energi dari panas bumi dan itu juga potensinya besar.”
Baca Juga:
Mau Berwirausaha? Pahami Sistem Bisnis Franchise Beserta Untung-Ruginya
Energi terbarukan lainnya adalah laut yang memanfaatkan pasang surut air. Awalnya, Anoushka memiliki ide untuk mengembangkan teknologi pembangkit laut di beberapa lokasi di Indonesia seperti di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Sumatera. Namun rencana itu masih diurungkan karena pasang surut air ternyata bisa dimanipulasi. Meskipun potensinya besar, pembangkit laut kurang efisien karena memberikan pasokan berlebihan di satu lokasi.
Angin atau bayu juga merupakan energi terbarukan yang potensial namun kurang optimal dimanfaatkan di Indonesia dibandingkan di negara lain. “Kalo negara kita nggak mampu mengoptimalkan itu (angin) karena memang bukan sumber daya kita, kita wajib fokus di solar dan biomassa, mengembangkan teknologi itu,” ujar dia.
Anoushka menambahkan, “Karena di situlah kemampuan kita untuk berkembang dan meraih independence dari teknologi atau bantuan luar dalam produksi apapun yang membuat negara kita kokoh. Jadi ya, fokus ke situ (solar dan biomassa) dulu dibandingkan energi-energi yang lebih canggih tapi kurang efisien.”
Baca Juga:
Langkah Jitu Membangun Bisnis Kuliner yang Nggak Ada Matinya
Kolaborasi Antarpihak
Lebih lanjut, Anoushka menerangkan bahwa penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya akan semakin diminati karena orang tidak perlu lagi membayar tagihan listrik setiap bulannya. Masyarakat hanya perlu membayar pemasangan panel surya atap di awal.
Tantangan yang dihadapi dalam pemanfaatan energi terbarukan yakni investasi yang besar. “Biaya pemasangan surya atap rumah minimal Rp40 juta. Ini karena kita masih impor panel surya. Teknologi yang diimpor itu pun masih belum cukup canggih sebenarnya, masih bisa ditingkatkan efisiensinya. Sistem produksinya juga masih bisa dioptimalkan. Jadi masih ada ruang untuk mengembangkan terjangkaunya surya atap untuk masyarakat luas,” katanya.
Agar negara Indonesia bisa independen dalam hal teknologi maka dibutuhkan investasi yang besar dalam pengembangan sumber daya energi terbarukan yang kaya. Tujuan tersebut bisa dicapai apabila ada kerja sama yang berkesinambungan antara pemerintah, perusahaan pengembang energi, masyarakat, maupun pihak-pihak terkait lainnya. Dengan demikian, potensi energi terbarukan di Indonesia sebesar 400 ribu gigawatt dapat dioptimalkan.
Langkah sederhana yang bisa dilakukan untuk memasyaratkan energi terbarukan yaitu dengan cara memilah milah sampah yang bisa didaur ulang. Sementara sampah-sampah seperti logam dan kaca bisa disalurkan ke industri untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Selain itu, masyarakat bisa berkontribusi dengan mengurangi penggunaan listrik yang tidak diperlukan.