Highlight.ID – Kementerian Perindustrian terus memacu industri kosmetik dan obat tradisional agar menjadi sektor andalan yang berkontribusi besar terhadap nilai ekspor nasional dan mampu melakukan substitusi impor. Langkah strategis ini diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif.
“Industri kosmetik dan jamu bisa menjadi ujung tombak yang baru bagi sektor manufaktur dan ekonomi nasional, karena terdiri dari multiplayer. Jadi, industri ini sifatnya inklusif atau banyak masyarakat yang bisa mengembangkannya,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada pembukaan Pameran Industri Kosmetik dan Obat Tradisional di Jakarta, Rabu (3/7).
Menperin mengungkapkan, postur skala industri kosmetik di Indonesia saat ini didominasi hingga 95 persen dari industri kecil dan menengah, sedangkan sisanya merupakan industri besar. Dari industri skala menengah dan besar ini, beberapa sudah mampu mengekspor produknya ke luar negeri seperti ke kawasan ASEAN, Afrika, dan Timur Tengah.
Dari sisi ekspor, penjualan produk kosmetik nasional mencapai USD556,36 juta pada tahun 2018, naik dibandingkan capaian pada tahun 2017 sebesar USD516,88 juta. “Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan daya saing industri ini dengan menerbitkan kebijakan strategis yang dapat memperkuat struktur sektor tersebut,” tegasnya.
Baca juga:
- Cari Produk Kosmetik? 12 Brand Kecantikan Indonesia Ini Lagi Laris, Lho
- 10 Merek Kosmetik Lokal Indonesia Paling Favorit Untuk Paras Cantikmu
- 7 Beauty Vlogger Indonesia Terkenal di YouTube, Kenalan Yuk!
Menperin menjelaskan, pasar kosmetik dan obat tradisional di Indonesia merupakan salah satu ceruk yang cukup besar bagi para produsen seiring meningkatnya jumlah populasi penduduk. “Industri wellness ini merupakan sektor yang tumbuh dan berkembang seiring lifestyle masyarakat. Produk kosmetik, herbal, obat tradisional, dan farmasi ini pasarnya masih sangat luas,” tuturnya.
Apalagi, menurut Airlangga, peluang besar di pasar Indonesia tersebut karena juga adanya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang jumlah pesertanya melebihi 200 juta jiwa. “Ini tentunya kebutuhan yang cukup banyak, baik itu untuk perawatan maupun pengobatan. Apalagi, dengan didorong adanya obat pencegahan yang bisa membuka pasar untuk obat tradisional,” imbuhnya.
Selain itu, dengan perkembangan zaman, industri kosmetik juga berupaya melakukan inovasi pada produk kosmetik untuk pria dan anak, sehingga tidak hanya menyasar kaum wanita saja. “Bahkan, adanya tren masyarakat untuk kembali ke alam (back to nature), membuka peluang bagi produk jamu dan kosmetik berbahan alami,” tuturnya.
Menperin menambahkan, dari aspek bahan baku, Indonesia punya keunggulan dari keanekaragaman hayati baik yang berasal dari darat maupun laut. Beberapa yang perlu dikembangkan, antara lain ganggang laut atau marine collagen yang potensial dikembangkan untuk pasar lokal dan global. Hal ini juga dapat mengurangi impor bahan baku.
“Oleh karena itu, sinergi dalam kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) di sektor industri kosmetik dan jamu dengan lembaga riset atau perguruan tinggi, merupakan langkah strategis yang perlu dijalankan,” ujarnya. Kemenperin juga punya balai-balai yang bisa dimanfaatkan untuk mencari berbagai rasa atau khasiat dari tanaman dan buah tropis khas Nusantara.
Sekretaris Jenderal Kemenperin Haris Munandar yang mewakili Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin menyampaikan, pihaknya aktif memfasilitasi para pelaku industri kosmetik dan obat tradisional untuk berpromosi melalui kegiatan pameran. “Pada tahun ini, pameran diikuti sebanyak 46 peserta, yang terdiri dari 15 perusahaan obat tradisional dan 30 perusahaan kosmetik. Ada juga partisipasi Balai Besar Industri Kimia (BBKK),” ungkapnya.
Menurut Haris, tujuan diselenggarakannya Pameran Industri Kosmetik dan Obat Tradisional yang digelar setiap tahun ini adalah untuk mempromosikan industri kosmetik dan obat tradisional dalam negeri yang telah mampu memproduksi dengan kualitas baik sesuai standar cara memproduksi obat, kosmetik dan obat tradisional yang baik dan tidak kalah dengan produk impor.
“Industri kosmetik dan obat tradisional perlu untuk terus meningkatkan branding atau promosi untuk lebih memperkenalkan produk kosmetik dan obat tradisional lokal yang mampu kompetitif dengan produk impor,” paparnya.
Pameran Industri Kosmetik dan Obat Tradisional 2019 diselenggarakan selama empat hari, mulai tanggal 2 Juli sampai 5 Juli 2019. Selain menampilkan beragam produk kosmetik dan obat tradisional, juga diisi dengan kursus kecantikan (beauty class) secara gratis oleh beberapa perusahaan kosmetik.
Bidik Sembilan Persen
Kemenperin memproyeksi pertumbuhan industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional mampu menembus hingga 9 (sembilan) persen pada tahun ini seiring dengan segmen pasar yang masih potensial. Capaian tersebut di atas perolehan pada triwulan I tahun 2019 yang menyentuh di angka 8,12 persen dengan nilai produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp21,9 triliun.
“Segmen yang masih menjanjikan di industri ini, di antaranya produk kosmetik, perawatan kulit, dan personal care. Sepanjang tahun 2018, nilai PDB-nya mencapai Rp50 triliun. Apalagi, industri ini memproduksi kebutuhan manusia dari ujung rambut sampai ujung kaki,” ungkap Menperin.
Airlangga optimistis, potensi industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional di Indonesia akan terus tumbuh dan berkembang. Hal ini seiring bertambahnya jumlah penduduk terutama adanya bonus demografi dan peningkatan daya beli masyarakat.
“Sektor industri ini menjadi andalan, karena pertumbuhannya mampu melampaui pertumbuhan ekonomi. Apalagi produknya lagi diminati di pasar global. Indonesia punya potensi karena bahan bakunya banyak serta tumbuhnya masyarakat kelas menengah,” paparnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035 (RIPIN), industri farmasi dan kosmetik termasuk juga industri obat tradisional menjadi salah satu sektor andalan. Artinya, kelompok industri ini diprioritaskan pengembangannya karena berperan besar sebagai penggerak utama perekonomian nasional di masa yang akan datang.
“Pemerintah menyadari bahwa pembinaan industri farmasi, kosmetik dan jamu merupakan kerja sama lintas sektoral yang saling terintegrasi,” tegasnya. Dalam pembinaannya, selain pemenuhan terhadap regulasi dari sisi kesehatan, juga diperlukan fasilitasi atau pembinaan untuk menjamin standar dan kualitas produk.
Baca juga:
- Mau Belajar Makeup? Kenali 5 Peralatan Kosmetik yang Wajib Dimiliki
- 7 Merek Kosmetik Lokal Milik Artis Indonesia Untuk Mempercantik Diri
- Bareng Maudy Ayunda, Pond’s Rilis Skin Care Berbahan Buah-buahan
“Tentunya, Kemenperin tidak bisa jalan sendiri untuk mengawal kebijakan industri tersebut. Peran kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Kesehatan dan BPOM sangat penting sebagaimana peran asosiasi dunia usaha sebagai mitra pemerintah dalam memberikan masukan serta evaluasi kebijakan kepada pemerintah,” paparnya.
Oleh karena itu, era industri 4.0 merupakan momentum untuk melakukan transformasi digital yang akan dapat menciptakan nilai tambah baru dalam industri farmasi dan kosmetik. Misalnya, pemanfaatan teknologi dan kecerdasan digital mulai dari proses produksi dan distribusi ke tingkat konsumen melalui e-commerce.
“Dengan adanya e-commerce, penjualan dari pelaku industri ke konsumen akan semakin mudah sehingga usaha IKM juga bisa bersaing dengan industri skala besar,” ujar Airlangga. Upaya tersebut juga dinilai memberikan peluang baru dalam meningkatkan daya saing industri farmasi dan kosmetik dengan adanya perubahan selera konsumen dan perubahan gaya hidup.
Guna meningkatkan daya saing industri nasional, Kemenperin telah melakukan upaya-upaya strategis, antara lain memfasilitasi pemberian insentif fiskal berupa tax allowance serta tax holiday, melakukan pengendalian impor dan pengamanan pasar dalam negeri, optimalisasi pemanfaatan pasar dalam negeri dan pasar ekspor, serta pelaksanaan Program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN).
Di samping itu, Kemenperin tengah memfokuskan pengembangan pendidikan vokasi industri yang berbasis kompetensi, serta menjalankan program keterkaitan dan kesepadanan (link and match) antara dunia pendidikan dengan dunia kerja agar tenaga kerja lokal mampu bersaing.
“Dengan pendidikan vokasi, diharapkan akan mampu menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten, sesuai dengan kebutuhan dunia industri nasional saat ini. Sehingga tidak ada lagi kesenjangan antara kebutuhan tenaga kerja industri, dengan tenaga kerja lokal berkualitas yang tersedia,” tutupnya.