Home Business Sejarah Gucci: Bermula dari Sebuah Butik Kecil di Kota Florence, Italia

Sejarah Gucci: Bermula dari Sebuah Butik Kecil di Kota Florence, Italia

sejarah profil awal mula asal usul fashion brand merek mewah gucci asal italia eropa butik outlet mall indonesia dunia terkenal favorit model koleksi perushaan pakaian busana desainer
Butik Gucci | Foto: videoblocks.com

Highlight.ID – Berdiri sejak tahun 1921, membuat perjalanan Gucci di dunia fashion hampir mencapai satu abad. Gucci merupakan salah satu fashion brand asal Italia yang terkenal dengan produk tas branded-nya. Siapa yang tidak kenal dengan brand yang sudah mendunia ini?

Sukses dengan produk-produk yang sudah menghasilkan pendapatan yang mencapai milyaran USD, tentu bukanlah sesuatu yang didapatkan secara instan. Jatuh bangunnya bisnis di bidang fashion kelas internasional ini, pernah dirasakan pendiri dan pengembang brand Gucci. Bagaimana kisah selengkapnya? Simak ulasan tentang sejarah Gucci pada artikel ini.

Terinspirasi dari Koper Tamu Hotel

Tahukah sobat, nama brand Gucci diambil dari nama pendiri pertamanya, yaitu Guccio Gucci. Meski sudah menginjak kepala empat pada waktu itu, Guccio Gucci membuktikan pada publik bahwa umur tak menjadi halangan untuk meraih kesuksesan. Berkat pekerjaannya di Savoy Hotel, London, sejak ia berusia 19 tahun, ia mengaku mendapatkan inspirasi dari tamu-tamu hotel yang membawa koper. Kehidupan glamor para tamu hotel tersebut justru menjadi ide bagi Guccio Gucci untuk membuat produk tas desainnya sendiri.

Berbekal kemampuan membuat koper dan tas kulit dari sang ayah, Guccio Gucci memutuskan resign dari pekerjaannya di hotel dan kembali ke Italia untuk membangun kerajaan bisnisnya. Sekembalinya ke kampung halaman, tepatnya di tahun 1905, Guccio Gucci mencoba mendesain tas kulit untuk pertama kalinya yang dibuat secara khusus bagi para penunggang kuda.

Baca juga:
Mau Beli Baju Baru? Ini 7 Merek Fashion Terkenal Untuk Bergaya Ala British

Prediksi Gucci pun benar, barang dagangannya tersebut laku dibeli para bangsawan yang tertarik dengan produk-produk tas kulit buatan Gucci. Sejak saat itu juga, Gucci semakin percaya diri untuk lebih melebarkan sayapnya di dunia bisnis fashion.

Produk tas kulit tidak hanya populer di kalangan penunggang kuda saja. Pada saat itu, produk tas kulit juga banyak diincar mulai dari kalangan biasa hingga artis papan atas. Apalagi kota kecil bernama Florence tersebut memang terkenal dengan para pengrajin tas kulit yang terampil dan handal. Sehingga hal tersebut menjadi salah satu keberuntungan bagi Gucci karena memiliki pekerja-pekerja yang sudah berpengalaman. Tidak hanya produk tas saja, Gucci juga mencoba peruntungan di bisnis pakaian dan aksesoris seperti ikat pinggang kulit.

Bamboo Bag yang Fenomenal

Pada tahun 1921, Gucci dengan semangatnya untuk sukses mulai membangun sebuah butik kecil di Florence. Dalam dua tahun pertama, Gucci berhasil menarik perhatian kalangan papan atas dengan banyaknya artis-artis yang mampir ke butik Gucci saat berkunjung di kota tersebut. Bahkan disebut-sebut, butik milik Gucci justru menjadi pusat tas kulit mewah di daerah tersebut. Pada saat itu, Gucci memang sudah mematok harga mahal untuk produk-produk tas kulit miliknya karena memang dibuat dari kulit buaya asli.

Hingga tiba di tahun 1937, Gucci sempat menggegerkan dunia fashion kala itu dengan merilis produk tas bambu atau Bamboo Bag. Lagi-lagi, mungkin karena kecintaannya pada kuda, ia mendesain tas khusus berkuda dengan pegangannya yang terbuat dari bambu.

Baca juga:
9 Model Tas Gucci Paling Populer yang Jadi Incaran Kolektor

Mulai dari masyarakat menengah hingga kalangan atas berburu produk tersebut karena memang saat itu aktivitas berkuda masih menjadi trend sebelum bermunculannya kendaraan bermobil seperti saat ini. Bahkan hingga saat ini, produk tas bambu itu masih terus diproduksi dan menjadi salah satu koleksi Gucci yang fenomenal.

Generasi Gucci Selanjutnya

Guccio Gucci memiliki tiga orang anak laki-laki yang ikut andil dalam perkembangan bisnis fashion-nya. Bersama Aldo Gucci, Vasco Gucci, dan Rodolfo Gucci, ia memperluas bisnisnya dengan menambahkan beberapa butik di Florence. Butik Gucci juga mulai merambah keluar kota, yakni di Roma dan Milan dengan aneka produk berbahan kulit yang menampilkan tas, sepatu, dan sepatu boot lengkap dengan pakaian berornamen rajutan pola signature.

Namun pada masa Perang Dunia II, Gucci terpaksa harus mengganti bahan kulit menjadi kanvas karena krisis material pada saat itu. Untuk membedakan dari produk berbahan kulit, Gucci menggunakan simbol “G” ganda pada produk yang berbahan kanvas yang dipadukan dengan pita hijau dan merah yang menonjol.

Baca juga:
8 Merek Pakaian Branded Asal Spanyol untuk Tampil Modis dan Kekinian

sejarah profil awal mula asal usul fashion brand merek mewah gucci asal italia eropa butik outlet mall indonesia dunia terkenal favorit model koleksi perushaan pakaian busana desainer
Guccio Gucci | Foto: inkultmagazine.com

Sayangnya, karena Guccio Gucci pada saat itu mulai beranjak tua, tak sempat ia membawa bisnis ke kancah internasional karena Guccio Gucci meninggal pada tahun 1953. Bisnisnya pun diteruskan oleh anak-anaknya hingga dapat memperluas cakrawala perusahaan dengan mendirikan kantor di New York City.

Brand Gucci semakin mudah beradaptasi dengan pasar internasional karena adanya peran bintang film ternama kala itu yang ikut memamerkan produk Gucci. Mereka tampil di media-media iklan mulai dari majalah hingga papan reklame pinggir jalan kota besar. Gucci akhirnya melebarkan sayap bisnis di kancah internasional, termasuk Paris dan London yang juga menjadi salah satu pasarnya.

Perselisihan Keluarga

Siapa sangka, sebuah perusahaan brand terkenal di dunia bernama Gucci ini sempat mengalami “drama” keluarga yang membuat reputasinya buruk. Perusahaan berjalan mulus hingga tahun 70-an, namun mulai tahun 1980, Group Gucci mulai dirundung perselisihan keluarga yang membawa perusahaan di ambang kehancuran. Setelah kematian Rodolfo pada tahun 1983, anak laki-lakinya yang bernama Maurizio Gucci mulai mengambil alih perusahaan dan memecat pamannya, Aldo, yang harus dihukum penjara karena menghindari pajak.

Baca juga:
Vans, Merek Skateboarding yang Jadi Idola Kawula Muda

Seperti perkiraan para petinggi Gucci pada masa itu, Maurizio tidak membawa keberuntungan bagi perusahaan dan justru dinilai sebagai presiden yang tidak berhasil. Ia mendapatkan tekanan dari berbagai pihak untuk menjual perusahaan tersebut ke Investcorp, sebuah perusahaan di Bahrain. Dan akhirnya pada tahun 1993, ia terpaksa menjual seluruh sahamnya yang tersisa.

“Drama” tak berhenti sampai di situ. Karena pada tahun 1995, publik dibuat heboh dengan terbunuhnya generasi ketiga Gucci tersebut di Milan. Tersangka di balik peristiwa naas itu adalah istrinya sendiri yang bernama Patrizia Reggiani yang mempekerjakan seorang pembunuh bayaran.

Sungguh tragedi yang siapapun tidak membayangkan terjadi di balik suksesnya Gucci sebagai merek branded yang mewah nan elegan hingga saat ini. Sampai pada akhirnya di tahun 1994, para investor Gucci memutuskan untuk mempromosikan Domenico De Sole, seorang pengacara keluarga yang berpendidikan Amerika ke posisi presiden Gucci Amerika dan Chief Executive.

Membangun Kembali Reputasi

Sebelum perusahaan Gucci melibatkan Domenico De Sole, tepatnya tahun 1989, Gucci merekrut Dawn Mello yang memiliki tugas besar untuk mengembalikan reputasi Gucci menjadi seorang editor dan perancang. Sadar akan citra perusahaan yang sedang buruk, Mello pada tahun 1990 mengajak Tom Ford seorang perancang busana terkenal di Amerika sebagai perancang siap pakai dan dipromosikan menjadi direktur kreatif pada tahun 1994.

Baca juga:
Menelusuri Jejak Bisnis Louis Vuitton (LV), Mulai dari Awal Kelahirannya

Hingga tahun 1997, sudah ada 76 toko Gucci di seluruh dunia bersamaan dengan sejumlah perjanjian lisensi. Berkat kerjasama Ford dan De Sole yang mengambil keputusan untuk mengakuisisi Group Gucci kepada Bottega Veneta, Yves Saint Laurent Rive Gauche, Sergio Rossi, Boucheron, dan sebagian kepemilikan pada Alexander McQueen, Stella McCartney serta Balenciaga, Gucci berhasil perlahan-lahan naik kembali ke permukaan.

Sayangnya, hampir 60% kepemilikian saham Gucci berada di tangan seorang kolongmerat asal Perancis, Pinault-Printemps-Redoute di tahun 2003. Tentu saja, keputusan ini membuat kampung halaman Gucci seakan-akan mulai dilupakan. Tepat di tahun 2004, Ford dan De Sole lengser dari jabatannya dan digantikan para desainer muda kala itu yang di promosikan oleh jajaran petinggi Gucci.

Pada tahun 2005, seorang desainer fashion terkenal di Italia bernama Frida Giannini ditunjuk sebagai direktur kreatif baru di Gucci khusus untuk pakaian dan aksesoris wanita. Giannini membuat terobosan baru pada desain tas wanita pada masa kepemimpinannya sebagai direktur kreatif.

Ia mengubah stigma desain Gucci yang selama ini dikembangkan dari para kreator Gucci sebelumnya menjadi sebuah tas kanvas bergaya monokrom dan warna-warni. Sempat mendapatkan kritikan dari berbagai pihak, namun ternyata ide brilian dari seorang Giannini tersebut mampu menaikkan omset perusahaan hingga membuatnya dipromosikan sebagai direktur kreatif untuk seluruh label Gucci di tahun 2006, termasuk fashion pria dan anak-anak.

Baca juga:
Balenciaga, Fashion Brand Ikonik yang Dikenakan oleh Para Bangsawan

Banyak prestasi yang dapat diraih perusahaan Gucci sejak kehadiran Giannini. Namun sayangnya, publik menilai Gucci terlalu cepat melengserkan Giannini di tahun 2014 bersamaan dengan hadirnya CEO baru bernama Marco Bizzarri. Meskipun begitu, karier Gucci hingga saat ini tetap stabil dan bahkan diperkirakan akan menggeser kepopuleran Louis Vuitton sebagai brand nomor 1 di dunia.

Kampanye Sosial

Sebenarnya sobat, jika diceritakan lebih jauh dan lebih detail, ada banyak kontroversi yang dilakukan brand terkenal sekelas Gucci ini hingga tak jarang mendapatkan kritikan netizen. Namun di balik fakta-fakta fenomenal yang melibatkan brand asal Italia ini, Gucci pernah menjalin kerjasama sosial dengan UNICEF sejak 2005. Gucci memiliki produk khusus di mana seluruh hasil penjualan koleksi tersebut dari seluruh toko disumbangkan ke UNICEF untuk membantu anak-anak terlantar dan yang menderita sakit keras.

Sejak saat itu, Gucci juga melibatkan kampanye yang mendukung program pendidikan, kesehatan, dan perlindungan untuk anak-anak yatim piatu serta anak-anak yang terserang wabah HIV/AIDS di Sahara Afrika. Dalam kurun waktu 5 tahun, Gucci berhasil menyumbangkan dana lebih dari $ 7 juta kepada UNICEF. Fyi, bagi kalian yang belum tahu tentang UNICEF, ini merupakan yayasan yang didirkan oleh Nelson Mandela yang menaungi kehidupan anak yatim piatu, khususnya yang miskin dan terkena serangan HIV/AIDS di benua Afrika.

Untuk mengenang perjalanan Gucci selama lebih dari 90 tahun bersama dengan cerita-cerita di baliknya, dibangunlah Gucci Museo atau Museum Gucci seluas 1.715 meter persegi di Florence sebagai tempat lahirnya fashion brand yang mendunia ini. Museum Gucci tepatnya terletak di dalam Palazzo Della Mercanzia yang menghadap ke Pizza della Signoria. Di museum ini, kalian bisa melihat peta perjalanan Gucci sejak didirikan oleh Guccio Gucci hingga harus mengalami beberapa kali pergantian CEO dan direktur utama.

Hingga saat ini, Gucci masih menempati jajaran luxury fashion brand yang paling banyak diincar di dunia. Gucci menjadi salah satu merek termahal hingga mencapai keuntungan US $ 9,45 miliar atau setara dengan Rp. 113,5 triliun. (si/nu/ik)