Highlight.ID – Prada, sebuah merek mode fesyen terkenal asal Italia yang mengkhususkan dirinya untuk membuat tas kulit, sepatu hingga parfum siap pakai. Merek yang kental dengan produk-produk wanita ini sudah berdiri sejak 1913 oleh Mario Prada. Hingga saat ini, sudah ada lebih dari 600 butik resmi Prada yang tersebar di seluruh dunia dengan pendapatan mencapai US $ 3,9 miliar pada kurun waktu 5 tahun terakhir.
Buat kalian yang menyukai koleksi-koleksi dari Prada, sudah tahu bagaimana awal mula perusahaan fashion ini dikembangkan? Yuk, intip cerita di balik profil perusahaan Prada yang sudah lama menjadi incaran banyak fashionista ini.
Tidak Ada Campur Tangan Wanita
Tepatnya di tahun 1913, Mario Prada bersama saudara laki-lakinya yang bernama Martino mendirikan sebuah toko barang kulit di Milan. Pada saat itu, Mario Prada memang sudah memiliki basic bisnis dagang di keluarganya. Berawal dari toko yang masih menjual perlengkapan binatang tersebut, Mario memulai bisnisnya. Tidak banyak yang berubah pada masa kepemimpinan Mario hingga ia mulai digantikan oleh anaknya.
Siapa sangka, sebuah brand legendaris yang memang lebih didominasi dengan produk-produk wanita ini justru pada awalnya tidak mengizinkan perempuan di keluarga Mario Prada untuk terjun dalam bisnis. Mereka meyakini bahwa sejatinya seorang wanita tidak seharusnya menjalankan bisnis.
Baca Juga: Mau Beli Baju Baru? Ini 7 Merek Fashion Terkenal Untuk Bergaya Ala British
Namun sangat ironis, karena putra Mario tidak menaruh minatnya pada bisnis ini sehingga terpaksa harus dialihkan kepada Luisa Prada, anak perempuannya. Hampir 20 tahun Luisa mengambil alih perusahaan hingga pada tahun 1978, perusahaan Prada sudah jatuh di generasi ketiga oleh anak perempuan Luisa yang bernama Miuccia Prada.
Dari situlah, perusahaan mulai berekspansi dengan menelurkan produk-produk baru seperti tas ransel tahan air yang terbuat dari Pocone. Di tahun 1977, dirinya bertemu dengan seorang pebisnis barang kulit Italia bernama Patrizio Bertelli yang kemudian bergabung dengan perusahaan Prada. Sejak bergabungnya Patrizio Bertelli, perusahaan Prada tidak lagi mengimpor bahan baku dari Inggris dan mengganti dengan bahan-bahan yang ada di negaranya untuk mengurangi pembengkakan anggaran produksi.
Miuccia Prada
Komitmen dari pendiri Prada untuk tidak memasukkan kaum wanita di bisnisnya ternyata dapat dibantahkan dengan keberhasilan Miuccia yang dapat meraih omset perusahaan mencapai US$ 450.000 di tahun pertamanya. Bersama Bretelli yang saat itu menjadi manajernya, Miuccia terus mengembangkan ide kreativitasnya untuk membuat produk-produk terbaru Prada.
Di tahun 1979, Prada berhasil merilis produk ransel dan jaket dengan bahan nilon hitam specil. Tak berselang lama setelah itu, pada tahun 1983, Prada sudah membuka butik keduanya di pusat perbelanjaan Milan, Vittorio Emanuele, dengan sudah mendapatan sentuhan desain yang modern. Di tahun yang sama, Prada juga sudah berkembang di Florence, Madrid, Paris, dan New York City. Prestasi yang tak tanggung-tanggung mengingat Miuccia belum lama bergabung di perusahaan ini.
Baca Juga: Mengulik Sejarah Nike, Merek Sepatu yang Terkenal dengan Logo Swoosh-nya
Sampai pada akhirnya, Miuccia dan Bertelli menikah di tahun 1987 dan di saat yang bersamaan meluncurkan koleksi wanita berupa busana dengan lingkar pinggang bersabuk. Sejak saat itu, Prada mulai dikenal publik sebagai penghasil produk-produk mewah dengan harga yang cukup mahal di masa itu. Tidak seperti brand ternama lain misalnya Louis Vuitton, Prada tidak memiliki identitas jelas sejak awal kemunculannya, terutama dalam hal logo. Sehingga dulunya Prada masih sangat sulit dikenali.
Masa Keemasan
Hingga menginjak tahun 1990-an, Prada sepertinya membuktikan diri untuk tetap bertahan di tengah persaingan sengit bersama brand-brand lain. Penjualan dilaporkan mencapai US $ 31,7 juta pada tahun 1998.
Partrizio di Marco mengambil alih kepemimpinan bisnis Prada yang berkembang di Amerika Serikat. Dirinya berhasil membawa produk tas Prada di toserba hingga membuat produk dari merek ini sukses dikaitkan dengan Ginia Bellafante, seorang penulis dan kritikus asal Amerika di The New York Times.
Mulai tahun 1994, koleksi pria dikenalkan di butik-butik Prada dan cukup membuat kenaikan omset perusahaan mencapai US $ 210 juta dalam beberapa tahun setelahnya. Pendapatannya tersebut kemudian digunakan untuk membuka butik Prada seluas 18.000 ft2 di Manhattan bersamaan dengan penghargaan yang diterima perusahaan ini dari CFDA sebagai Designer of The Year di tahun 1995.
Baca Juga: 8 Merek Pakaian Branded Asal Spanyol untuk Tampil Modis dan Kekinian
Sepertinya, periode tahun 90-an memang menjadi masa keemasan bagi Prada. Perusahaan ini bahkan sudah berekspansi dengan membuka butik di 40 wilayah yang tersebar di dunia, serta 20 di antaranya berada di Jepang. Memiliki 8 pabrik dan 84 produsen subkontrak cukup untuk memenuhi permintaan pasar yang sangat besar.
Keberhasilan butik-butik baru yang dibuka ditunjukkan dari pembukuan pendapatan yang sudah mencapai US $ 647 juta di tahun 1997. Di tahun yang sama, Prada juga memiliki saham sebesar 9% di perusahaan Gucci, sebagai perusahaan fashion yang cukup besar pada saat itu.
Terlilit Hutang
Roda terus berputar, kadang di bawah kadang di atas. Begitulah ungkapan yang terpat untuk fashion brand asal Italia ini. Sempat jaya di tahun 90-an, periode tahun 2000-an Prada mendapatkan masalah besar karena harus melunasi hutang perusahaan yang mencapai lebih dari US $ 850 juta. CEO memutar otak untuk membantu meredakan utang tersebut dengan menjual lotion selama 30 hari dengan harga per bijinya sebesar US $ 100.
Baca Juga: Sejarah Gucci, Bermula dari Sebuah Butik Kecil di kota Florence, Italia
Lotion tersebut diproduksi berkat kerja sama perusahaan dengan Azzedine Alaia sebagai owner produk perawatan kulit. Bertelli juga merencanakan investasi saham sebesar 30% di Bursa Saham Milan pada tahun 2001. Sayangnya, penawaran tersebut harus melambat akibat adanya penurunan pengeluaran barang mewah di AS dan Jepang. Sehingga, dengan sangat terpaksa, di penghujung 2001, Prada harus menjual 25,5% sahamnya ke LVMH.
Gugatan dari Publik
Tepatnya di penghujung tahun 2009, Rina Bovrisse mengajukan tuntutan hukum terhadap Prada di Jepang atas kasus diskriminasi pekerja di butik Prada. Menurutnya, terdapat perbedaan perlakukan terhadap pekerja yang tidak cantik dan tidak menarik di mana mereka tidak dihargai seperti pekerja-pekerja yang rupawan.
Rina Bovrisse turut mengajak kelompok aktivis untuk mendukung aksinya tersebut. Namun, perusahaan Prada menolak penghinaan karakter tersebut dan persidangan dimenangkan oleh pihak Prada karena Hakim Pengadilan Distrik Tokyo Riko Morioka di Oktober 2012 menganggap hal tersebut adalah wajar untuk kategori brand mewah kelas dunia.
Di tahun 2014, Prada juga pernah mendapatkan investigasi jaksa Italia atas kasus penghindaran pajak setelah perusahaan tidak mengumumkan pendapatan yang tidak dikenakan pajak. Para petinggi perusahaan termasuk Miuccia, Patrizio Bertelli dan Marco Salomoni selaku akuntan pun menghadapi penyidikan dengan kooperatif. Prada dituntut atas dugaan penghindaran pajak senilai 400 juta poundsterling. Masalah tersebut berakhir penyelesaian dengan pembayaran sebesar 420 juta euro oleh Bertelli kepada agen pajak di Italia.
Baca Juga: Menelusuri Jejak Bisnis Louis Vuitton (LV), Mulai dari Awal Kelahirannya
Bisnis Prada Saat Ini
Untuk bangkit dari keterpurukan, jeratan hutang, dan sinisme masyarakat atas kasus diskriminasi yang melaporkan perusahaan Prada, perusahaan ini mulai menunjukkan eksistensinya kembali di tahun 2005. Mereka menggandeng model dan para aktor ternama untuk bergabung di kampanye Prada seperti Gemma Ward, Vannessa Axente, Daria Werbowy, Suvi Koponen, Ali Stephens, Sasha Pivovarora, dan Vlada Roslyakova. Semua model tersebut hadir di enam musim berturut-turut untuk mempromosikan produk-produk Prada.
Di tahun 2008, Prada juga sudah membuka butik andalannya yang dirancang secara langsung oleh arsitek populer bernama Rem Koolhaas dan Herzog & de Meuron di Kuala Lumput. Perusahaan juga menugaskan arsitek untuk membangun sebuah bangunan multi-tujuan di Seoul pada tahun 2009.
Prada sempat merilis sebuah produk jam tangan mewah dengan teknologi Bluetooth dan dapat terhubung dengan ponsel LG pada tahun 2007. Penjualannya pun terbilang sangat mudah dan cukup mendapatkan antusias masyarakat untuk kategori jam modern di tahun tersebut. Namun sayangnya, produksi arloji canggih ini terpaksa harus dihentikan pada tahun 2012.
September 2017, Prada diumumkan oleh Skuadron yacht Royal New Zealand sebagai sponsor Challenger Selection Series dalam Piala Amerika 2021 mendatang menggantikan Louis Vuitton. Pertandingan Piala Amerika tersebut juga akan dipandu langsung oleh Prada yang akan diadakan di Selandia Baru.
Baca Juga: Balenciaga, Fashion Brand Ikonik yang Dikenakan oleh Para Bangsawan
Bertahan di Tengah Persaingan
Tidak mudah bagi seorang Miuccia untuk melanjutkan tongkat estafet perusahaan Prada dari keluarganya. Mengingat dirinya bukanlah pengamat tata busana, karena lebih fokus dengan dunia aktivis dan diskusi politik sebelum bergabung di perusahaan ini. Apalagi, kegagalan demi kegagalan dan gunjingan dari publik sempat diterima Prada, namun tak menyurutkan brand ini untuk tetap eksis di pasar mode fashion kelas dunia.
Sejarah Prada membuktikan bahwa dirinya bisa bertahan di tengah persaingan sengit pasar fashion kelas dunia. Merek asal Italia ini memang hingga saat ini masih menjadi incaran kalangan sosialita, terkhusus untuk produk tas Prada. Walaupun sebenarnya, Prada juga memproduksi barang-barang lain seperti aksesoris, kacamata, pakaian, parfum, dan lainnya.
Pihak Prada sendiri selalu memposisikan produk-produknya sebagai barang yang eksklusif, sehingga tak heran jika dijual dengan harga tinggi. Apalagi target pasar utama Prada memang untuk kalangan menengah ke atas.
Pertumbuhan Prada pada kurun waktu 5 tahun terakhir ini cukup baik dibuktikkan dengan pendapatan yang terus meningkat setiap tahunnya. Perusahaan juga masih memiliki saham di beberapa merek fashion lainnya. Prada mengklaim bahwa produknya bisa menjadi brand favorit di beberapa tahun ke depan mengalahkan brand Gucci, Louis Vuitton, Hermes, dan lainnya. Saat ini, sudah ada 2 butik resmi milik Prada di Jakarta.
Jadi, gimana menurut teman-teman tentang perjalanan sejarah Prada di industri fashion dunia? Keberhasilan tidak bisa dibangun secara instan dan terjadi begitu saja. Selalu ada sejarah panjang dan pasang surut dari bisnis-bisnis yang populer saat ini. Bukan berpikir apa yang akan kamu dapatkan, tapi berpikirlah apa yang bisa kamu mulai saat ini untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Semoga dari cerita di atas dapat menginspirasi sobat-sobat semua dan termotivasi untuk sukses dengan caranya masing-masing. (si/nu/ik)