Highlight.ID – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) menggelar Seminar Nasional dengan tema “”Reinforcing Indonesia’s Competitiveness in the Face of Global Uncertainty”. Seminar yang merupakan rangkaian acara Indonesia Economic Outlook (IEO) 2020 tersebut dilaksanakan pada Senin, 11 November 2019 di Auditorium Soeria Atmadja FEB UI, Depok.
Salah satu sesi pada acara Seminar Nasional IEO ’20 yakni diskusi panel dengan tema “Towards A Competitive Indonesia: Are We on the Right Track?” yang menghadirkan beberapa narasumber. Para pembicara sesi diskusi panel yakni Eko Listiyanto selaku Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Gunawan Tjokro sebagai Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) bidang Pasar Modal dan Ketua Tim Pengkajian Asosiasi Emiten Indonesia (AEI), Dani Lihardja sebagai Presiden Direktur Danamas, dan Rianto Kepala Pusat Bantuan Hukum Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sedangkan moderator diskusi panel adalah Aldi Hawari yang merupakan Business Anchor at CNN Indonesia.
Baca juga:
- Industri Kreatif di Tengah Berkembangnya Gig Economy
- Menemukan Daya Saing Indonesia di Tengah Ketidakpastian Global
- Strategi Nasional Pengembangan Pasar Keuangan Indonesia
Berkaitan dengan permasalahan daya saing Indonesia, Eko Listiyanto mengatakan bahwa meski daya saing Indonesia mengalami penurunan 5 peringkat namun skor 12 Pilar Indeks Daya Saing Global Indonesia mengalami kenaikan. “Problemnya adalah kita kalah cepat dengan negara-negara lain sehingga peringkatnya turun. Kalo dilihat secara keseluruhan, sebenarnya kita berada di track yang benar. Persoalannya adalah ‘larinya’ aja nggak kenceng,” kata Eko.
Untuk itu, Eko menekankan bahwa Indonesia masih perlu kerja keras dengan memanfaatkan segala potensi dan peluang yang ada untuk meningkatkan daya saing. Eko merasa optimis Indonesia masih bisa meningkatkan daya saing namun dengan tetap bersikap realistis.
Sementara itu, Rianto mengatakan bahwa investasi dan ekspor menjadi fokus perhatian sesuai dengan arahan Presiden Jokowi. Oleh karena itu, pihaknya dalam hal ini BKPM berupaya mendorong investasi baik dari dalam negeri maupun mencanegara dengan cara mempermudah proses perizinan usaha lewat program online system submission (OSS). Menurutnya, dalam beberapa tahun terakhir, grafik investasi di Indonesia selalu mengalami peningkatan kecuali tahun 2018 yang menurun karena terpengaruh sengketa dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Dani Lihardja menjelaskan bahwa saat ini hampir 30 persen pelaku usaha sudah mulai memanfaatkan teknologi digital. Perusahaan termasuk di bidang financial technology (fintech) dari luar negeri mendapatkan berbagai macam kemudahan sehingga dapat menjalankan bisnisnya di Indonesia. Untuk memanfaatkan fasilitas fintech, masyarakat harus memiliki rekening bank. Menurut Dani, inklusi keuangan di Indonesia tergolong bagus, hal itu ditandai dengan makin banyaknya masyarakat yang memiliki rekening bank.
Eko menambahkan bahwa kehadiran fintech dapat mempercepat inklusi keuangan. “Saya rasa di dunia fintech sekarang, ada sekitar 44 triliun pendanaan yang berasal dari fintech. Tapi growth-nya ini tinggi. Jadi ke depan, salah satu jalan keluar untuk bisa inklusi keuangan adalah melalui (fintech) ini,” kata Eko.
Salah satu keunggulan dari fintech yaitu kecepatan. “Sekarang 150 juta penduduk Indonesia itu sudah biasa mengakses internet. Kalo kita lihat juga banyak sekali perkembangan dari fintech. Cara-cara inklusi keuangan memang harus lebih progresif,” tambahnya.
Di akhir diskusi, para panelis menyatakan bahwa daya saing Indonesia sudah berada di jalan yang benar. Namun, masih berbagai perbaikan yang harus dilakukan agar daya saing Indonesia semakin meningkat di kancah global.