Home Arts Solo International Performing Arts 2018: Semangat Persatuan dalam Keberagaman

Solo International Performing Arts 2018: Semangat Persatuan dalam Keberagaman

solo international performing arts sipa 2018 kota surakarta benteng vastenburg lokasi tempat jadwal liputan event kegiatana acara pariwisata kebudayaan penampil seni pertunjukan daerah lokal peserta negara menarik
Malam pembukaan SIPA 2018 di Benteng Vastenburg, Solo (6/8/2018) | Foto: Dok. Highlight.ID

Highlight.ID  – Menginjak usianya yang ke-10, Solo International Performing Arts (SIPA) tahun ini menyajikan beragam seni pertunjukan dari dalam dan luar negeri. SIPA 2018 digelar di Benteng Vastenburg, Solo, Jawa Tengah pada tanggal 6,7, dan 8 September 2018. Selain Indonesia, negara-negara yang ikut ambil bagian dalam SIPA 2018 yaitu Zimbabwe, Amerika Serikat, Korea Selatan, Filipina, Italia, Taiwan, Belanda, Spanyol, Rusia, dan Jerman.

Dalam sambutannya, Ketua Panitia SIPA 2018, Irawati Kusumorasri mengatakan, “Bahwa tiada perayaan yang indah dari sepuluh tahun pergelatan SIPA kecuali dengan berkarya, berkarya, dan terus berkarya. Kebersamaan menjadi kata kunci hingga usia SIPA menapaki sepuluh tahun.”

Usung Tema “We Are The World, We Are The Nations”

Lebih lanjut, Irawati menjelaskan bahwa penyelenggaran SIPA sejak awal merupakan wujud dari bersatunya seluruh komponen masyarakat. Semua elemen masyarakat tersebut berupaya menjadikan budaya sebagai daya hidup kota Solo. Hal itu menjadi alasan SIPA mengangkat tema “We Are The World, We Are The Nations”.

Tema tersebut mengandung makna tentang nilai persatuan dan kebersamaan dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan dunia. Kebersamaan yang tercipta dalam keberagaram menjadi kekuatan yang indah.

Baca juga:

“Momentum dasawarsa SIPA Karya dengan tema “We Are The World, We Are The Nations” akan menjadi pesan moral menggugah kesadaran apresiasi publik terhadap beragam karya seni budaya.”

“Mari kita tunjukkan pada dunia bahwa seni budaya mampu mempersatukan masyarakat dari berbagai ragam perbedaaan.”  ujar FX Hadi Rudyatmo, Walikota Surakarta, dalam sambutannya yang dibacakan oleh Ahmad Purnomo.

Triawan Munaf, Ketua Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengatakan, “Sejatinya, seni pertunjukan atau art performance merupakan pertunjukan bernilai seni tinggi dan kompleks. Karena merupakan gabungan antara berbagai bidang seni.”

solo international performing arts sipa 2018 kota surakarta benteng vastenburg lokasi tempat jadwal liputan event kegiatana acara pariwisata kebudayaan penampil seni pertunjukan daerah lokal peserta negara menarik
Penampilan Studio Plesungan dan Semarak Candrakirana | Foto: Dok. Highlight.ID

Ia menambahkan bahwa seni pertunjukan memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi religius, sosial, pendidikan, estetika, hiburan, dan ekonomi. Selain itu, warisan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia mampu membuat dunia kagum apabila bisa dipresentasikan dengan baik.

“Pergelaran seni berskala internasional dalam SIPA ini tidak hanya memiliki peran penting dalam mempromosikan dan memberikan edukasi kepada masyarakat untuk dapat mengapresiasi seni pertunjukan. Lebih dari itu, SIPA juga berperan strategis dalam mendorong terus berkembangnya seni pertunjukan agar lebih canggih dalam berkreasi. Lebih dapat menyerap lapangan kerja, serta meningkatkan produktivitas, dan kesejahteraan,” tambah Triawan Munaf.

Acara pembukaan SIPA 2018 pada Kamis (6/9/2018) mulai terlihat meriah saat ribuan pengunjung yang hadir menyalakan kembang api secara bersamaan. Kemeriahan SIPA mulai bertambah saat beberapa penampil yang meramaikan panggung pada malam pembukaan SIPA 2018.

Hadirkan Seni Pertunjukan Yang Megah

Para penampil pada malam pembukaan SIPA 2018 yaitu Melati Suryodarmo bersama Studio Plesungan dan Semarak Candrakirana (Solo), Leineroebana Dance Company (Belanda), Suling Bambu Dasarai Lamakmen (Atambua, NTT), Studio Taksu (Solo), Chinese Youth Goodwill Association (Taiwan), dan Gilang Ramadhan bersama Smiet (Jakarta dan Palu). Masing-masing seniman menampilkan seni pertunjukan yang meliputi beberapa unsur seperti tarian dan musik.

Maskot SIPA 2018, Melati Suryodarmo bersama Semarak Candrakirana mengawali pementasan seni pertunjukan. Tema yang dibawakan pada kesempatan kali ini yaitu “Sakhsat” yang merupakan pemaknaan kembali tentang Ramayana. Melati Suryodarmo merupakan seniman Indonesia yang telah lebih dari 20 tahun berkarier dan berkarya di Eropa. Sekembalinya dari Eropa, ia mendirikan Studio Plesungan sebagai tempat baginya untuk berkarya.

solo international performing arts sipa 2018 kota surakarta benteng vastenburg lokasi tempat jadwal liputan event kegiatana acara pariwisata kebudayaan penampil seni pertunjukan daerah lokal peserta negara menarik
Penampilan Chinese Youth Goodwill Association | Foto: Highlight.ID

Selanjutnya, seniman-seniman dari Belanda yang tergabung dalam Leineroebana Dance Company mementaskan karya berjudul “Gonjang Ganjing”. Makna dari pementasan ini yaitu masih ada harapan yang baik di tengah dunia yang serba kacau balau dan penuh dengan kebingungan.

Dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Suling Bambu Dasarai Lamakmen membawakan beberapa lagu baik nasional maupun daerah. Lagu-lagu tersebut yaitu “Sorak-Sorak Bergembira”, “Bolelebo”, “Oras Loro Malirin”, dan “Lolan Gol”.

Sementara itu, Studio Taksu dari Solo menampilkan Tari Bedhayan dengan tema “Free of the Bridle”. Tarian ini mengandung arti sebuah metafora perjalanan tubuh yang bermigrasi, mengemban tugas untuk melihat, dan berpikir, menghargai keberadaan ruang kecil lain yang sengaja atau tidak sengaja selalu ada dalam satu ruangan besar secara bersamaan.

Seni pertunjukan tradisional dari Cina dipertontonkan kepada pengunjung SIPA 2018 dan dibawakan oleh Chinese Youth Goodwill Association dari Taiwan. Karya ini mengambil tema “Flowing Formosan Flavor” yang terdiri dari 4 bagian, yaitu: 1) Teman dari jauh: menyambut teman-teman di Indonesia; 2) Fesival membawa keberuntungan; 3) Kaum wanita membawa keharuman; 4) Penerjunan mendatangkan kehebohan.

Drummer kenamaan Indonesia, Gilang Ramadhan menutup malam pembukaan SIPA 2018 dengan aksinya yang menawan. Ia berkolaborasi dengan seniman dari Palu (Sulawesi Tengah), Smiet. Smiet mengangkat alat-alat musik tradisional dari suku Kaili Gimba bernama Lalove atau seruling adat dan alat tetabuhan dalam ritual adat Balia.