Highlight.ID – Ibarat kapal kecil yang berada di tengah ombak lautan yang ganas, perekonomian domestik membutuhkan navigasi yang tepat bagi pengambil kebijakan agar dapat selamat mencapai tujuan. “Itu adalah spillover yang tidak bisa dihindari karena itu faktor eksternal, itu satu. Yang kedua, yang kita harus paham juga adalah masalah feedback loop,” kata Yoga Affandi selaku Direktur Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia di Kampus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Depok.
Yoga mencontohkan bagaimana pernyataan-pernyaan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang sering menimbulkan berbagai macam gejolak. Permasalahan yang terjadi seperti kebijakan-kebijakan yang berdampak negatif terhadap perdagangan dunia. “Itu menimbulkan feedback loop dari sektor riil kepada sektor financial,” kata Yoga di acara Indonesia Economic Outlook (IEO) 2020.
Baca juga:
- Mengenal Sukuk, Produk Investasi Berbasis Syariah
- Menemukan Daya Saing Indonesia di Tengah Ketidakpastian Global
- Perlunya Upaya untuk Meningkatkan Daya Saing Indonesia
“Kemudian yang ketiga, selain spillover dan feedback loop, adalah shock amplifier, karena ada sesuatu yang bersifat financial kadang-kadang justru menambah permasalahan. Contohnya itu adalah masalah nilai tukar. Jika Bank Indonesia tidak hati-hati mengelola nilai tukar akan membuat gejolak yang jusru menimbulkan permasalahan,” tambahnya.
Saat ini, perekonomian dunia sedang mengalami perlambatan seperti halnya yang dialami oleh Indonesia. Tahun 2019, pertumbuhan ekonomi diperkirakan hanya berkisar 3,2 persen, jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2018 yang mencapai 3,6 persen. “Kalo kita lihat di pasar ekonomi dunia, seperti itu juga,” jelas Yoga.
Ekspor Indonesia yang mayoritas berupa barang komoditas mengalami penurunan berdampak pada devisa yang dihasilkan. “Itu yang kemudian membuat tekanan terhadap nilai tukar. Hasil dari valas (valuta asing) yang kita peroleh dari eksportir tentunya akan berkurang,” ujar dia.
Perekonomian Indonesia yang berada di kisaran 5% terbilang stabil dan memiliki potensi untuk dapat ditingkatkan lagi lewat ekspor maupun investasi. “Ini yang menjadi concern Bank Indonesia yang bertugas untuk menjaga stabilitas nilai rupiah. Nilai rupiah tercermin secara eksternal dari nilai tukar. Dari sisi internal adalah inflasi. Inilah yang harus kita jaga.”
“Tekanan inflasi di indonesia itu tidak terlalu tinggi. Itu yang mengakibatkan permasalahan fokusnya adalah faktor eksternal,” jelasnya. Menurut Yoga, neraca transaksi berjalan Indonesia cenderung di kisaran 2,5 – 3%. Negara berkembang seperti Indonesia yang ingin menuju ke negara berpendapatan menengah dan tinggi harus melewati episode transaksi berjalan yang defisit.
Yoga menjelaskan bahwa impor untuk meningkatkan berbagai macam infrastruktur bagus untuk mendorong perekonomian. Salah satu cara untuk mendorong perekonomian, Indonesia perlu meningkatkan ekspor barang ke belahan dunia manapun sebanyak mungkin dengan tujuan agar dapat menghasilkan devisa. Devisa tersebut digunakan sebagai penyeimbang impor.
Salah satu permasalahan di Indonesia ini adalah pasar keuangan yang cenderung dangkal. Ibarat kolam yang dangkal, ketika ada benda kecil yang masuk maka akan menimbulkan riak. “Kami bekerja sama dengan Kementrian Keuangan, OJK (Otoritas Jasa Keuangan), membuat strategi nasional pengembangan pasar keuangan,” kata dia.
Strategi yang sedang dilakukan yakni memperdalam pasar keuangan Indonesia. Proses pendalaman pasar keuangan Indonesia bersifat struktural, artinya apa yang dikerjakan sekarang untuk keperluan jangka panjang dan tidak dapat langsung dirasakan manfaatnya.