Highlight.ID – Sebagai media massa yang telah lama ada, radio mampu mempertahankan eksistensinya di tengah gelombang teknologi digital. Radio mempunyai cakupan yang bersifat lokal, namun dengan adanya teknologi digital, cakupan radio dapat menjadi lebih luas. Pelaku industi radio pun menghadapi berbagai macam tantangan agar dapat terus bertahan.
Menurut Adrian Syarkawie selaku CEO Mahaka Media, pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia tanggal 7 November 2019 di Jakarta, radio mengambil peluang yang banyak pada industri kreatif berbasis elektronik. “Radio itu coverage-nya di satu area, tapi dengan adanya digital, range-nya bisa menjadi lebih luas karena digital tidak dibatasi oleh area. Itu salah satu keuntungan yang bisa kita lihat bahwa industri radio mengambil keuntungan dalam teknologi digital. Tapi memang, challenge-nya pemainnya menjadi lebih banyak.”
Baca juga:
- Radio ISTARA 101.1 FM Hadir dengan Identitas Baru yang Lebih Segar
- Peluang dan Tantangan Ekonomi Kreatif di Indonesia
- Dorong SDM Unggul, Kadin Indonesia Gelar Dialog Nasional Ekonomi Kreatif
Persaingan di industri radio pun bukan lagi dilakukan sesama pelaku industri radio, tapi semua distribusi kanal. Menurut Adrian, yang menjadi tantangan saat ini adalah bagaimana membuat konten yang menarik. “Siapapun sekarang bisa buat konten. Foto, di-share akhirnya menjadi sebuah konten. Teknologi digital menyebabkan kita pelaku industri media, khususnya radio harus bertransformasi, bagaimana bisa menjadi lebih dekat dengan customer yang dituju oleh masing-masing media itu sendiri,” kata dia.
Eksistensi Mahaka Media di industri radio dibuktikan dengan kemampuan perusahaan menjadi sebuah persereoan terbatas terbuka (Tbk) pada tahun 2017. Adrian menuturkan, “Kami memberanikan diri dan terbukti tahun 2017 menjadi satu grup radio, standalone hanya radio bukan konsolidasi dengan media-media lain, kami menjadi perusahaan Tbk. Tahun 2019, kami mendapatkan penghargaan dari majalah Forbes sebagai 50 perusahaan terbesar.”
Mahaka Media merekrut karyawan-karyawan yang usianya tergolong muda dengan ide-ide yang ‘liar’ namun mempunyai nilai positif. “Kami melakukan rekruitmen yang cukup terhadap generasi milenial atau centenial yang diaggap sudah masuk dunia kerja. Saat ini, 50 – 70 persen (karyawan) itu adalah di bawah 35 tahun. Karena memang mereka lah yang paling gampang untuk memberikan influence terhadap bagaimana strategi perusahaan, bagaimana lebih dekat dengan market yang dituju, dan ide-ide baru yang bisa disampaikan. Dan itu terbukti, kreativitas dan inovasi tidak pernah berhenti.”
Teknologi digital yang semakin berkembang memunculkan media-media baru yang lebih inovatif seperti Spotify, Joox, YouTube ataupun podcast. “Justru itu sebuah tantangan bagaimana kita inovasinya harus lebih tinggi daripada apa yang dilakukan oleh pemain-pemain kelas dunia. Seperti yang sedang tinggi trennya, podcast. Mau nggak mau, radio juga harus masuk ke podcast. Sebenarnya, yang pertama membuat konten podcast itu adalah radio. Setiap hari, radio itu memproduksi, mendistribusi konten podcast, bahkan setiap jam.”
Adrian menekankan pentingnya regulasi yang mampu mengontrol dan menjaga konten lokal karena dengan teknologi digital, pelaku industri asing dapat dengan mudah berekspansi ke Indonesia. Di sisi lain, pelaku industri Indonesia belum tentu dapat masuk ke pasar mancanegara. “Itu yang menjadi concern kita semua. Kita sebagai pelaku (industri) di Indonesia pasti inginnya dilakukan secara fair. Tapi memang, isu kami di industri adalah gap ilmu akademis yang dengan industri, gap-nya cukup jauh. Gap ini penting untuk makin diperkecil.”