Highlight.ID – Acara pernikahan yang sakral membuat orang ingin mempersiapkannya sebaik mungkin. Berbagai persiapan untuk pernikahan termasuk menyewa gedung pertemuan (venue), katering, undangan hingga dokumentasi berupa foto atau video. Belum lagi, pihak penyelenggara acara harus menyediakan anggaran untuk memenuhi itu semua. Namun, banyaknya hal yang harus dipersiapkan membuat orang merasa kerepotan untuk mengurusinya apalagi bagi mereka yang disibukkan dengan berbagai pekerjaan yang menyita waktu.
Mengingat adanya kebutuhan untuk persiapan acara pernikahan maka muncullah berbagai bisnis seperti wedding organizer (WO) dan wedding planner. Kedua istilah itu sepertinya sama saja padahal mereka berbeda. Lalu, apa perbedaan antara wedding organizer dan wedding planner?
Evan Septian, Director dari Jakarta Wedding Planner (JWP) menerangkan bahwa wedding planner menyiapkan segala sesuatunya mulai dari awal hingga selesai termasuk pengalokasian anggaran. Wedding planner akan menyiapkan acara perkawinan berdasarkan anggaran yang dimiliki klien. “Misalnya budget-nya (Rp) 300 juta, itu kita bantu aturin, mereka bisa dapat semuanya. Kalau wedding organizer, kita bantu hari H aja,” jelas Evan kepada Highlight.ID di event Jakarta Wedding Festival 2022 akhir Agustus lalu.
Baca Juga:
7 Cara Memilih Makeup Artist (MUA) Paling Tepat untuk Pernikahan
Wedding planner lebih detail dalam melakukan pekerjaannya termasuk membantu klien mencarikan semua vendor. Sementara wedding organizer hanya sebagian mencari vendor, sisanya klien yang mengurusinya. Menurut Evan, kebanyakan klien lebih memilih menggunakan jasa WO dan paket pernikahan.
Untuk venue sendiri, terdapat dua jenis yakni gedung dan hotel yang terbagi lagi berdasarkan bintang. Klien mempunyai beberapa pilihan venue yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Evan mengatakan, “Klien bisa pilih, kita arahin yang sesuai budget.
Zaman sekarang di era pandemi, konsumen biasanya menginginkan acara pernikahan yang simple, elegan, dan kelihatan mewah. Durasi perencanaan pernikahan bisa memakan waktu 6 bulan hingga 1 tahun. “Kalo mepet juga boleh, tapi kliennya harus cepat juga. Sebulan sebenarnya bisa kita kerjain cuman kliennya bisa cepat di site atau nggak,” tambahnya.
Bagi Evan, tantangan terbesar menjalankan bisnis perencanaan pernikahan ialah pandemi Covid-19. Ketika pandemi sedang mencapai puncaknya, berbagai acara yang dapat memicu kerumunan seperti acara pernikahan dilarang untuk diselenggarakan. Hal itu bertujuan agar laju penularan virus dapat ditekan seminimal mungkin. Di sisi lain, kondisi itu memunculkan tren acara pernikahan yang dilaksanakan secara online. Meski demikian, acara pernikahan offline masih tetap ada dengan jumlah tamu yang sangat terbatas.
Evan berupaya untuk menjaga kualitas layanan dan kepercayaan klien serta regenerasi sumber daya manusia supaya Jakarta Wedding Planner yang telah beroperasi selama 9 tahun tetap eksis. “Kalau brand sudah dikenal di dunia wedding tinggal cari klien sebanyak-banyaknya untuk bangkitin kejayaan sebelum pandemi,” tutupnya.